SINDROM DOWN
BAB I
KONSEP MEDIS
A.
Pengertian
Sindrom Down adalah kecacatan kromosom bercirikan
kehadiran bahan genetik salinan tambahan kromosom pada keseluruhan trisomi 21
atau sebahagian,
disebabkan translokasi kromosom
(wikipedia melayu). Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat
dikenalai dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi
akibat adanya kromosom 21 yang berlebihan (Soetjiningsih). Kesan salinan
tambahan ini mempunyai perbezaan jelas antara individual, bergantung kepada
tahap salinan tambahan, latar belakang genetik, faktor persekitaran, dan
peluang rawak. Sindrom Down berlaku pada kesemua populasi manusia, dan kesan
seumpamanya telah di dapati pada spesies lain seperti chimpanzee dan tikus.
Baru-baru ini, penyelidik telah mencipta tikus dengan kebanyakan kromosom 21
manusia (tambahan kepada kromosom tikus biasa). Bahan kromosom tambahan datang
dalam berbagai cara berbeda. Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46,XX atau
46,XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom
dengan aturan XY bagi jantan.
Down syndrome
merupakan kelainan yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang
cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan
mental. Down syndrome ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John
Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang
relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongolia
maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari
Amerika dan Eropa merubah nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut
dengan merujuk pada penemu pertama syndrome ini dengan istilah Down Syndrome
dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Kelainan
bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh
kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi
hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat
dirinya sendiri.
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas
kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama
meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali
diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.
Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling
banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom
dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat
bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga
disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 %
kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.
B.
Etiologi
Penyebab
dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom
21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non
Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
2.
Translokasi kromosom 21 dan 15
3.
Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
Faktor-faktor yang berperan dalam
terjadinya kelainan kromosom ( Kejadian
Non Disjunctional ) adalah :
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian
epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga
terdapat anak dengan syndrom down.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa
sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami
radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3. Infeksi
Dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun
dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau
penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur
ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat
menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon
danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause.
Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.
6. Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti
gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.
C.
Gejala Klinis
Berat badan
waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak
Dengan Syndrom Down :
1. Sutura Sagitalis
Yang Terpisah
2. Fisura
Palpebralis Yang Miring
3. Jarak
Yang Lebar Antara Kaki
4. Fontarela
Palsu
5. “Plantar
Crease” Jari Kaki I Dan II
6.
Hyperfleksibilitas
7.
Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8. Bentuk
Palatum Yang Abnormal
9. Hidung
Hipoplastik
10.
Kelemahan Otot Dan Hipotonia
11. Bercak
Brushfield Pada Mata
12. Mulut
Terbuka Dan Lidah Terjulur
13. Lekukan
Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut Mata Sebelah Dalam
14. Single
Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan
15. Jarak
Pupil Yang Lebar
16. Oksiput
Yang Datar
17. Tangan
Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar
18. Bentuk /
Struktur Telinga Yang Abnormal
19. Kelainan
Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili
20. Mata
Sipit
Gejala-Gejala
Lain :
1. Anak-anak
yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.
2.
Kepandaiannya lebih rendah dari normal.
3. Lebar
tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah
kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.
4. Pada
beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.
Juga sering
ditemukan kelainan saluran pencernaan seperti atresia esofagus (penyumbatan
kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa memiliki resiko tinggi menderita
leukimia limfositik akut. Dengan gejala seperti itu anak dapat mengalami
komplikasi retardasi mental, kerusakan hati, bawaan, kelemahan neurosensori,
infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.
D.
Patofisiologi
Penyebab
yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35
tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat
perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu
terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses
menua.
Selama pembelahan sel, pada awalnya setiap sel memiliki 46
kromosom lalu membelah menjadi dua sel yang masing – masing memuat 23 kromosom.
Kadang – kadang pembelahan ini tidak berjalan sempurna sehingga dapat ditemukan
sel yang memiliki 22 kromosom dan yang lainnya 24 kromosom. Hal ini bisa
terjadi akibat nondisjunction. Jika hasil pembelahan sel memiliki 24 kromosom berkombinasi dengan
sel yang memiliki 23 kromosom, maka sel baru yang terbentuk akan memiliki 47
kromosom. Jika terjadi trisomi kromosom 21, maka anak tersebut akan menderita
sindrom down.
E.
Prognosis
44 % syndrom
down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya
angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80
% kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15
kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan
harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Anak syndrom down akan mengalami
beberapa hal berikut :
1. Gangguan
tiroid
2. Gangguan pendengaran
akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. Gangguan
penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30
tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan
kepribadian)
F.
Pencegahan
1. Konseling
Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu
mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2. Dengan
Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga
sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.
G.
Komplikasi
1. Penyakit
Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
2. Leukimia
(penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
H. Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi
adanya kelainan sindrom down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu
menegakkan diagnosa ini, antara lain:
1.
Pemeriksaan fisik penderita
2.
Pemeriksaan kromosom (Kariotip
manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau 46 autosom+XY, menunjukkan 46
kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi
jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan
bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22). Kemungkinan terulang pada
kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi kromosom 5-15%)
3.
Ultrasonograpgy (didapatkan
brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup, tulang ileum dan sayapnya
melebar)
4.
ECG (terdapat kelainan jantung)
5.
Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan jantung bawaan mungkin terdapat ASD atau VSD.
6.
Pemeriksaan darah (percutaneus
umbilical blood sampling) salah satunya adalah Dengan adanya Leukemia akut
menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini
memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
7.
Penentuan aspek keturunan
8.
Dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan minimal 3 bulan, terutama
kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas
9.
Pemeriksaan dermatoglifik yaitu
lapisan kulit biasanya tampak keriput.
Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale yang
terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular
yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom.
Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat
dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya
pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang
dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada
orang tua.
Pada anak
dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom )
di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom
menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi
genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom
21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan
homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik (
kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang
terbatas.
I.
Penatalaksanan
Tidak ada pengobatan spesifik untuk
sindrom down. Penanganannya bertujuan untuk mengatasi masalah kesehatan yang
mungkin timbul. Pendidikan dan pelatihan khusus ditawarkan oleh berbagai
komuniti untuk anak – anak yang mengalami kesulitan dalam pengembangan
kemampuan mental.
a. Pengobatan/therapi
Yang tersedia adalah
berbagai macam antibiotika. Dengan adanya antibiotika, maka usia mereka kini
dapat diperpanjang.
b. Pengasuhan
Anak-anak penderita
Sindrom Down diasuh dalam suatu lembaga/yayasan khusus penderita Sindrom Down
dengan asuhan yang sudah ada.
c. Tes
amniosentesis
Amnion berikut sel-sel bebas dari fetus
(bayi dalam kandungan) diambil 10-20 cc dengan menggunakan jarum injeksi.
Dilakukan pada kehamilan 14-16 minggu. Sel-sel fetus setelah melalui prosedur
tertentu lalu dibiakkan dan 2-3 minggu kemudian diperiksa kromosomnya untuk
dibuat kariotipenya. Bila pada kariotipe dilihat adanya tiga buah autosom nomor
21 maka secara prenatal Sindrom Down sudah dapat dipastikan pada bayi itu.
1. Penanganan Secara Medis
a.
Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down
terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b.
Penyakit
jantung bawaan
c.
.Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin oleh dokter ahli mata
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin oleh dokter ahli mata
d.
Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan sindrom
down akan mengalami gangguan pertumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa
bayi dan prasekolah ataupun kegemukan pada masa sekolah dan dewasa, sehingga
perlu adanya kerjasama dengan ahli gizi.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela,
subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir
ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam
posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.
2. Pendidikan
a.
Intervensi Dini
Program ini
dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang
memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar
dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu
mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi
anak kesempatan.
b. Taman
Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan
motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat
melakukan interaksi sosial dengan temannya.
c.
Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan
mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain
itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja
dengan baik dan menjali hubungan baik.
3. Penyuluhan Pada Orang Tua
Diharapkan
penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita memandang bahwa
perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak
menerima diagnosa itu sementara waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua
sedang mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap
menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan selanjutnya adalah
bahwa anak dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang sama dengan anak
normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan.
Pada
pertemuan selanjutnya penyuluhan yang diberikan antra lain : Apa itu sindrom
down, karakteristik fisik dan antisipasi masalah tumbuh kembang anak. Orang tua
juga harus diberi tahu tentang fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa.
Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan istilah yang sederhana,
informasi tentang resiko kehamilan berikutnya.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik.
Lakuakn pengkajian perkembangan.
Dapatkan riwayat keluarga, terutama yang berkaitan dengan
usia ibu atau anak lain dalam keluarga yang mengalami keadaan serupa.Observasi
adanya manifestasi adanya sindrom Down:
Karakter fisik (paling
sering terlihat)
Tengkorak bulat dengan oksiput datar
Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebra serong
(mata miring ke atas, ke luar)
Hidung kecil dengan batang hidung tertekan ke bawah
(hidung sadel)
Lidah menjulur kadang berfisura
Mandibula hipoplastik (membuat lidah tampak besar)
Palatum berlengkung tinggi
Leher pendek tebal
Muskulatur hipotonik (abdomen buncit, hernia umbilikus)
Sendi hiperfleksibel dan lemas
Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak
tangan)
Tangan dan kaki lebar, pendek dn tumpul.
Intelegensia
Bervariasi dari retardasi hebat sampai intelegensia
normal rendah
Umumnya dalam rentang ringan sampai sedang
Kelambatan bahasa lebih berat daripada kelambatan
kognitif
Anomali kongenital (Peningkatan insidens)
Penyakit jantung kongenital (paling umum)
Defek lain meliputi:
Agnesis renal
Atresia duodenum
Penyakit Hirscprung
Fistula trakeoesefagus
subluksasi pinggul
ketidakstabilan vertebra servikal pertama dan kedua (ketidakstabilan
atlantoaksial)
Masalah sensori (seringkali berhubungan)
Dapat mencakup hal-hal berikut:
Kehilangan pendengaran konduktif (sangat umum)
Strabismus
Miopia
Nistagmus
Katarak
Konjungtivitis
Pertumbuhan dan perkembangan seksual
Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan menurun; umumnya
obesitas
Perkembangan seksual terlambat, tidak lengkap atau
keduanya
Infertil pada pria; wanita dapat fertil
Penuaan prematur umum terjadi; harapan hidup rendah
Bantu dengan tes diagnosti mis., analisis kromosom
B. Diagnosa
1.
Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang
menjulur dan palatum yang tinggi.
2.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi
pernapasan
3.
Resiko
tinggi konstipasi berhubungan dengan hipotonia
4.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keterbatasan
fisik dan mental yang mereka miliki.
5.
Resiko terhadap cidera berhubungan dengan hipotonia,
hiperekstensibilitas sendi,instabilitas.
6.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan faktor
finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.
7.
Kurang pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan kurang
informasi tentang perawatan anak syndrom down.
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
1.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur
dan palatum yang tinggi.
Tujuan:
Masukan nutrisi adekuat untuk kebutuhan individu
Kriteria: BB progresif kearah tujuan dengan nilainya bebas dari nutrisi.
Kriteria: BB progresif kearah tujuan dengan nilainya bebas dari nutrisi.
Intervensi:
·
Kaji status nutrisi secara kontinue, selama
perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energi; kondisi kulit, kuku, rambut,
rongga mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.
R/ memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi
R/ memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi
·
Timbang BB setiap hari dan bandingkan dengan
BB saat penerimaan.
R/ Membuat data dasar, membantu dalam memantau keefektifan aturan terapeutik, dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecendrungan dalam penurunan/penambahan BB
R/ Membuat data dasar, membantu dalam memantau keefektifan aturan terapeutik, dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecendrungan dalam penurunan/penambahan BB
·
Dokumentasikan masukan oral slama 24 ja,
riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
R/
Mengidentifikasikan ketidakseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan
masukan aktual
·
Berikan larutan nutrisi pada kecepatan
yang dianjurkan melalui alat kontrol infus sesuai kebutuhan. Atur kecepatan
pemberian setiap jam sesuai anjuran.
R/ Ketentuan dukungan nutrisi didasarkan
pada perkiraan kebutuhan kalori dan protein. Kecepatan konisten dari pemberian
nutrisi akan menjamin penggunaan tepat dengan efek samping lebih sedikit,
seperti hiperglikemia/sindrom dumping. Infus secara umum lebih baik ditoleransi
dari pada pemberian makan bolus dan mengakibatkan perbaikan absorvasi
·
Pertahankan retensi selang pemberian makan
enteral dengan membilas air hangat, sesuai indikasi.
R/ Formula enteral mengandung protein
yang menghambat selang pemberian makan (silikon) mungkin daripada selang
poliuretan yang memerlukan pembuangan/pergantian selang
2.
Resiko Tinggi Infeksi Berhubungan Dengan
tidak adekuatnya mekanisme pertahanan tubuh, Hipotonia, Peningkatan Kerentanan
Terhadap Infeksi Pernapasan.
Tujuan :
Pasien Tidak Menunjukan Bukti-Bukti Infeksi Pernafasan.
Kriteria
Hasil : Anak Tidak Menunjukkan Bukti Infeksi Atau Distress Pernafasan
Intervensi :
·
ajarkan keluarga tentang menggunaan
teknik mencuci tangan yang baik R/untuk meminimalkan pemajanan pada organisme
infektif.
·
tekankan pentingnya mengganti posisi
anak dengan sering ,terutama menggunakan postur duduk.
R/untuk mencegah
penumpukan sekresi dan memudahkan ekspansi paru.
·
Dorong menggunaan vaporizer uap dingin.
R/ untuk mencegah krusta
sekresi nasal dan mengeringnya membrane mukosa.
·
Ajarkan pada keluarga pengisapan hidung
dengan spuit tipe-bulb
R/karena tulang hidung
anak yang tidak berkembang menyebabkan masalah
Kronis ketidak
adekuatan drainase mucus.
·
Tekankan pentingnya perawatan mulut yang
baik (mis,lanjutkan pemberian makanan dengan air jernih),sikat gigi.
R/untuk menjaga mulut
sebersi mungkin.
·
Dorong kepatuhan terhadap imunitas yang
di anjurkan.
R/untuk mencegah
infeksi.
·
Tekankan pentingnya menyelesaikan
program antibiotic bila di istrusikan.
R/ untuk kebersihan
penghilangan infeksi dan mencegah pertumbuhan organisme.
3.
Resiko
tinggi konstipasi berhubungan dengan hipotonia
Hasil yang
diharapkan
Anak tidak
mengalami konstipasi
Intervensi :
·
Pantau
frekuensi dan karakteristik defekasi
R/:
untuk mendeteksi konstipasi.
·
Tingkatkan
hidrasi adekuat
R/: untuk mencegah konstipasi.
·
Berikan
diet tinggi seratpada anak
R/: untuk meningkatkan evakuasi
feses.
·
Berikan
pelunak feses, supositoria, atau laksatif sesuai kebutuhan dan instruksi
R/: untuk eliminasi usus.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik
Tujuan: Adanya peningkatan toleransi aktivitas
Tujuan: Adanya peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria:
Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentang normal.
Intervensi:
·
Evalusi respon terhadap aktivitas. Catat
laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan TTV selama dan
aktivitas.
R/
Menetapkan kemampuan/kebutuhan klien dan memudahkan pilihan intervensi
·
Berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
R/ Menurunkan stress
dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
·
Bantu klien memilih posisi nyaman untuk
istirahat dan tidur.
R/Klien mungkun nyaman dengan kepala
tinggi
·
Bantu aktivitas perawatan diri yang
diperlukan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai
5.
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan
hipotonia, hiperekstensibilitas sendi, instabilitas atlantoaksial
Tujan : pasien tidak mengalami cedera
yang berkaitan dengan aktifitas fisik
Intervensi :
Intervensi :
·
Anjurkan aktifitas bermain dan olahraga
yang sesuai dengan maturasi fisik anak, ukuran , koordinasi, dan ketahanan
R/
: untuk menghindari cedera
·
Ajari keluarga dan pemberi perawatan
lain (mis, guru/pelatih) gejala instabilitas atlantoaksial (nyeri leher,
kelemahan, tortikolis)
R/
sehingga perawatan yang tepat dapat diberikan.
·
Laporkan dengan segera adanya kompresi
medula spinalis (nyeri leher menetap, hilangnya keterampilan motorik stabil dan
kontrol kandung kemih/usus, perubahan sensasi)
R/ untuk mencegah keterlambatan pengobatan
6.
Perubahan Proses Keluarga Berhubungan
Dengan Mempunyai Anak Yang Menderita Sindrom Down.
Tujuan Untuk Keluarga 1
: Pasien (Keluarga) Menunjukan Perilaku Kedekatan Orang Tua Dan Bayi
Kriteria
Hasil : Orang Tua Anak Menunjukan Perilaku Kedekatan.
Intervensi
:
·
Tunjukan penerimaan terhadap anak
melalui perilaku anda sendiri
R/karena orang tua
sensitive terhadap sifat efektif orang lain.
·
Jelaskan pada keluarga molding atau
clinging pada bayi adalah karakteristik fisik dari sidrom down.
R/karena hal ini
mungkin di interpretasikan dengan mudah
sebagai tanda ketidak dekatan atau penolakan.
·
Anjurkan orng tua untuk membendung atau
menyelimuti bayi dengan ketat dalam selimut.
R/untuk memberikan
keamanan dan kompensassi terhadap kurangnya molding atau clinging.
·
Rujuk ke pelayanan konseling genetic
bila dindikasi dan / atau diinginkan
R/agar keluarga
mendapatkan informasi dan dukungan.
·
Rujuk pada organisasi dan kelompok orang
tua yang di rancang untuk keluarga dengan anak sindrom down.
R/agar keluarga
mendapatkan dukungan lanjutan.
·
Tekanan aspek positif dari merawat anak
dirumah
R/untuk membantu
keluarga memaksimalkan potensi perkembangan anak.
7.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan
kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan:
memahami penyakit/prognosis
Kriteria:
Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
Intervensi:
·
Jelaskan proses penyakit individu. Dorong
orang terdekat menanyakan pertanyaan.
R/ Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan
R/ Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan
·
Tekankan pentingnya perawatan oral.
R/ Menurunkan
pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi pernapasan
atas
·
Diskusikan pentingnya menghindari orang
yang sedang infeksi pernapasan aktif. Tekankan perlunya vaksinasi,
influenza/pnemokokal rutin.
R/
Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas dan
bawah
Komentar
Posting Komentar