HUKUM DAN KODE ETIK KESEHATAN
HUKUM KESEHATAN
I. Pendahuluan
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang
peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan
bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi
penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan
pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan
bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada
penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam
kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya
paradigma sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada wawasan
kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas individu,
keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara
dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta
mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan
perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang
berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan,
ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang
kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu
memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan
yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang
menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima
pelayanan kesehatan.Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud
dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi
muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di
masa mendatang.Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan
sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap
keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang
mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan
secara umum melalui tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji
dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu
dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu
hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual,
statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu
maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang
kesehatan.
II. Batasan dan Lingkup Hukum Kesehatan
II. Batasan dan Lingkup Hukum Kesehatan
Van der Mijn di dalam makalahnya menyatakan
bahwa, “…health law as the body of rules that relates directly to the care of
health as well as the applications of general civil, criminal, and
administrative law”.(1)
Lebih luas apa yang dikatakan Van der Mijn adalah pengertian yang diberikan Leenen bahwa hukum kesehatan adalah “…. het geheel van rechtsregels, dat rechtstreeks bettrekking heft op de zorg voor de gezondheid en de toepassing van overig burgelijk, administratief en strafrecht in dat verband. Dit geheel van rechtsregels omvat niet alleen wettelijk recht en internationale regelingen, maar ook internationale richtlijnen gewoonterecht en jurisprudenterecht, terwijl ook wetenschap en literatuur bronnen van recht kunnen zijn”.
Lebih luas apa yang dikatakan Van der Mijn adalah pengertian yang diberikan Leenen bahwa hukum kesehatan adalah “…. het geheel van rechtsregels, dat rechtstreeks bettrekking heft op de zorg voor de gezondheid en de toepassing van overig burgelijk, administratief en strafrecht in dat verband. Dit geheel van rechtsregels omvat niet alleen wettelijk recht en internationale regelingen, maar ook internationale richtlijnen gewoonterecht en jurisprudenterecht, terwijl ook wetenschap en literatuur bronnen van recht kunnen zijn”.
Dari apa yang dirumuskan Leenen tersebut
memberikan kejelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan cabang baru dalam ilmu
hukum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan (zorg voor de
gezondheid). Rumusan tersebut dapat berlaku secara universal di semua negara.
Dikatakan demikian karena tidak hanya bertumpu pada peraturan
perundang-undangan saja tetapi mencakup kesepakatan/peraturan internasional,
asas-asas yang berlaku secara internasional, kebiasaan, yurisprudensi, dan
doktrin.Di sini dapat dilukiskan bahwa sumber hukum dalam hukum kesehatan
meliputi hukum tertulis, yurisprudensi, dan doktrin. Dilihat dari objeknya,
maka hukum kesehatan mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan (zorg voor de gezondheid).
Dengan demikian dapat dibayangkan bahwa hukum
kesehatan cukup luas dan kompleks. Jayasuriya mengidentifikasikan ada 30 (tiga
puluh) jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan.(3)
Secara umum dari lingkup hukum kesehatan tersebut, materi muatan yang dikandung didalamnya pada asasnya adalah memberikan perlindungan kepada individu, masyarakat, dan memfasilitasi penyelenggaraan upaya kesehatan agar tujuan kesehatan dapat tercapai. Jayasuriya bertolak dari materi muatan yang mengatur masalah kesehatan menyatakan ada 5 (lima) fungsi yang mendasar, yaitu pemberian hak, penyediaan perlindungan, peningkatan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan penilaian terhadap kuantitas dan kualitas dalam pemeliharaan kesehatan.(4)
Dalam perjalanannya diingatkan oleh Pinet bahwa untuk mewujudkan kesehatan untuk
Secara umum dari lingkup hukum kesehatan tersebut, materi muatan yang dikandung didalamnya pada asasnya adalah memberikan perlindungan kepada individu, masyarakat, dan memfasilitasi penyelenggaraan upaya kesehatan agar tujuan kesehatan dapat tercapai. Jayasuriya bertolak dari materi muatan yang mengatur masalah kesehatan menyatakan ada 5 (lima) fungsi yang mendasar, yaitu pemberian hak, penyediaan perlindungan, peningkatan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan penilaian terhadap kuantitas dan kualitas dalam pemeliharaan kesehatan.(4)
Dalam perjalanannya diingatkan oleh Pinet bahwa untuk mewujudkan kesehatan untuk
III. Landasan Hukum Kesehatan
Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada
asasnya hukum kesehatan bertumpu pada hak atas pemeliharaan kesehatan sebagai
hak dasar social (the right to health care) yang ditopang oleh 2 (dua) hak
dasar individual yang terdiri dari hak atas informasi (the right to
information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self
determination).
Sejalan dengan hal tersebut Roscam Abing
mentautkan hukum kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan bahwa hak
atas pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek yang merefleksikan
pemberian perlindungan dan pemberian fasilitas dalam pelaksanaannya. Untuk
merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga mengandung pelaksanaan hak untuk
hidup, hak atas privasi, dan hak untuk memperoleh informasi.
Demikian juga Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.
IV. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan
Demikian juga Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.
IV. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan
Sebenarnya dalam kajian ini akan disajikan
menyangkut seluruh lingkup hukum kesehatan, namun keterbatasan waktu, maka
penyajian dibatasi pada materi muatan peraturan perundang-undangan bidang
kesehatan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan seringkali dikatakan
sebagian masyarakat kesehatan dengan ucapan saratnya peraturan. Peraturan
dimaksud dapat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku umum dan
berbagai ketentuan internal bagi profesi dan asosiasi kesehatan. Agar diperoleh
gambaran yang lebih menyeluruh maka digunakan susunan 3 (tiga) komponen dalam
suatu sistem hukum seperti yang dikemukakan Schuyt.(9) Ketiga komponen dimaksud
adalah keseluruhan peraturan, norma dan ketetapan yang dilukiskan sebagai
sistem pengertian, betekenissysteem, keseluruhan organisasi dan lembaga yang
mengemban fungsi dalam melakukan tugasnya, organisaties instellingen dan
keseluruhan ketetapan dan penanganan secara konkret telah diambil dan dilakukan
oleh subjek dalam komponen kedua, beslisingen en handelingen.
Dalam komponen pertama yang dimaksudkan adalah
seluruh peraturan, norma dan prinsip yang ada dalam penyelenggaraan kegiatan di
bidang kesehatan. Bertolak dari hal tersebut dapat diklasifikasikan ada 2 (dua)
bentuk, yaitu ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh penguasa dan ketentuan yang
dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan. Hubungan antara keduanya
adalah ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan
serta sarana kesehatan hanya mengikat ke dalam dan tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Menurut inventarisasi yang
dilakukan terhadap ketentuan yang dikeluarkan penguasa dalam bentuk peraturan
perundang-undangan terdapat 2 (dua) kategori, yaitu yang bersifat menetapkan
dan yang bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat) obyek, yaitu:
1. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan;
2. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan;
3. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan;
4. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat) obyek, yaitu:
1. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan;
2. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan;
3. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan;
4. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut
terkandung prinsip perikemanusiaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam
keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam
keputusan dan peraturan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi bidang
kesehatan serta sarana kesehatan adalah mencakup kode etik profesi, kode etik
usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang
dikandung dalam ketentuan ini mencakup 4 (empat) prinsip dasar, yaitu autonomy,
beneficence, non maleficence dan justice.Sebelum memasuki komponen kedua, perlu
dibahas terlebih dahulu komponen ketiga mengenai intervensi yang berupa
penanganan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur. Komponen ini
merupakan aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada dalam komponen pertama.
Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada
dimana diperlukan penanganan terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
1. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu;
2. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu;
3. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan.
4. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang
1. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu;
2. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu;
3. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan.
4. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah
sudah benar atau tidak, kiranya dapat diukur dengan tatanan hukum seperti yang
dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, yaitu apakah masih bersifat represif,
otonomous atau responsive.(13)
Selanjutnya dengan komponen kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Selanjutnya dengan komponen kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur
pusat dan daerah serta departemen dan lembaga pemerintah non departemen. Pada
sektor swasta terdapat berbagai organisasi profesi, asosiasi dan sarana
kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa tujuan yang ingin dicapat adalah (14):
1. Penyelenggaraan ketertiban sosial;
2. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan;
3. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual;
4. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam masyarakat;
5. Kanalisasi perubahan sosial.
V. Hukum Kesehatan di Masa Mendatang
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa tujuan yang ingin dicapat adalah (14):
1. Penyelenggaraan ketertiban sosial;
2. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan;
3. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual;
4. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam masyarakat;
5. Kanalisasi perubahan sosial.
V. Hukum Kesehatan di Masa Mendatang
Hermien Hadiati Koeswadji mencatat bahwa dari
apa yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang ada perlu
terus ditingkatkan untuk (15):
1. Membudayakan perilaku hidup sehat dan penggunaan pelayanan kesehatan secara wajar untuk seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dalam memilih dan membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yang baik antara masyarakat dengan penyedia pelayanan kesehatan;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang secara efisien, efektif dan bermutu serta terjangkau oleh masyarakat.
1. Membudayakan perilaku hidup sehat dan penggunaan pelayanan kesehatan secara wajar untuk seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dalam memilih dan membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yang baik antara masyarakat dengan penyedia pelayanan kesehatan;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang secara efisien, efektif dan bermutu serta terjangkau oleh masyarakat.
Untuk itu dukungan hukum tetap dan terus diperlukan
melalui berbagai kegiatan untuk menciptakan perangkat hukum baru, memperkuat
terhadap tatanan hukum yang telah ada dan memperjelas lingkup terhadap tatanan
hukum yang telah ada.
Beberapa hal yang perlu dicatat disini adalah yang berkaitan dengan:
1. Eksistensi Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional yang telah ada harus diperkuat dan harus merupakan organisasi yang independen sehingga dapat memberikan pertimbangan lebih akurat;
2. Perlu dibangun keberadaan Konsil untuk tenaga kesehatan dimana lembaga tersebut merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan pengaturan berbagai standar yang harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Beberapa hal yang perlu dicatat disini adalah yang berkaitan dengan:
1. Eksistensi Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional yang telah ada harus diperkuat dan harus merupakan organisasi yang independen sehingga dapat memberikan pertimbangan lebih akurat;
2. Perlu dibangun keberadaan Konsil untuk tenaga kesehatan dimana lembaga tersebut merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan pengaturan berbagai standar yang harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi telah dibentuk
Konsil Kedokteran Indonesia
sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
3. Perlu dibangun lembaga registrasi tenaga kesehatan dalam upaya untuk menilai kemampuan profesional yang dimiliki tenaga kesehatan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Bagi tenaga dokter dan dokter gigi peranan Konsil Kedokteran Indonesia dan organisasi profesi serta Departemen Kesehatan menjadi penting;
4. Perlu dikaji adanya lembaga Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan. Dimana untuk tenaga medis telah dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004;
5. Perlu dibangun lembaga untuk akreditasi berbagai sarana kesehatan.semua, diidentifikasikan faktor determinan yang mempengaruhi sekurang-kurangnya mencakup, “... biological, behavioral, environmental, health system, socio economic, socio cultural, aging the population, science and technology, information and communication, gender, equity and social justice and human rights”.
.
3. Perlu dibangun lembaga registrasi tenaga kesehatan dalam upaya untuk menilai kemampuan profesional yang dimiliki tenaga kesehatan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Bagi tenaga dokter dan dokter gigi peranan Konsil Kedokteran Indonesia dan organisasi profesi serta Departemen Kesehatan menjadi penting;
4. Perlu dikaji adanya lembaga Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan. Dimana untuk tenaga medis telah dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004;
5. Perlu dibangun lembaga untuk akreditasi berbagai sarana kesehatan.semua, diidentifikasikan faktor determinan yang mempengaruhi sekurang-kurangnya mencakup, “... biological, behavioral, environmental, health system, socio economic, socio cultural, aging the population, science and technology, information and communication, gender, equity and social justice and human rights”.
.
Kode Etik Kesehatan
Saat ini
banyak dokter yang juga seorang narablog, mungkin tidak hanya dokter, namun
perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lainnya. Lalu apakah seorang dokter
yang menjadi narablog bisa bebas berekspresi, yah…, mungkin saja demikian
jika blog tersebut adalah blog pribadi — tidak berkaitan dengan dunia medis.
Jika berkaitan dengan dunia medis, ada beberapa hal yang selayaknya
diindahkan.
Ada beberapa etika yang selayaknya
berada dalam ranah yang tepat, walau mungkin belum ada kesepakatan yang resmi
di bagaimana hal ini di ataur di Indonesia. Narablog Dani Iswara pernah
mengulasnya dalam tulisan “Narablog Dokter sudah Punya Etika”.
Kali ini mari kita membahas
sedikit aspek kode etik dunia narablog kedokteran yang saya kutip dari: Healthcare Blogger Code of Ethics.
- Jelas representasi perspektifnya. Pembaca harus bisa mengenali dan memahami tingkat pelatihan, ketrampilan, bidang kedokteran/kesehatan dan keseluruhan perspektif penulis blog. Beberapa narablog mungkin memiliki pendapat-pendapat di luar ranah keahlian mereka, dan pendapat-pendapat ini bisa jadi benar, namun pembaca harus diberikan sebuah lokasi di dalam blog melihat asal usul penulisnya. Ini juga harus meliputi pembedaan antara mana isi blog dan mana iklan di dalam blog. Hal ini tidak menghalangi aktivitas menulis blog secara anonim, namun meminta bahkan bagi narablog anonim untuk berbagi perspektif profesional dari apa yang mereka tuangkan dalam blog.
- Kerahasiaan. Narablog harus menghormati sifat hubungan kerahasiaan antara pasien dan profesional medis dan kejelasan akan perlunya kerahasiaan. Segala diskusi mengenai pasien harus dilakukan dalam sebuah cara sedemikian hingga identitas pasien tersamarkan atau tidak dapat diungkapkan. Nama pasien hanya dapat diungkapkan sesuai dengan aturan dan etika medis yang berlaku di suatu negara yang berkesesuaian dengan kepentingan tersebut.
- Pernyataan Berkaitan Komersial. Ada dan tidaknya ikatan-ikatan komersial akan penulis blog harus dibuat jelas bagi pembaca. Jika penulis menggunakan blognya untuk mempromosikan suatu produk maka itu harus dibuat jelas agar pembaca memaha bahwa penulis melakukan itu. Ikatan-ikatan apa pun pada penghasil perangkat dan/atau perusahaan farmasi harus dinyatakan secara jelas.
- Keandalan Informasi. Mengutip sumber ketika hal ini tepat dilakukan dan memperbaiki ketidaktepatan ketika hal tersebut bisa ditunjukkan.
- Kesopanan. Narablog tidak selayaknya terlibat dalam perseteruan pribadi, tidak juga selayaknya membiarkan para pemberi tanggapan (komentator) melakukan hal-hal tersebut. Diskusi dan debat akan ide-ide tertentu memang merupakan salah satu tujuan utama hadirnya blog. Ketika ide-ide yang dipegang seseorang layak atau mesti dikritisi bahkan diargumentasi lebih dalam, maka seluruh ranah diskusi adalah pendiskusian ide-ide tersebut, bukan mereka atau orang-orang yang memegang ide tersebut.
Jadi secara
singkat kode etik profesi kedokteran seorang narablog dapat dikatakan
meliputi ranah bidang kedokteran seorang narablog (hal ini menjawab pertanyaan
pembaca siapa Anda? — secara jelas), kemudian ranah kerahasiaan medis (di
dalamnya menyangkut tentang rahasia medis, rahasia jabatan, aturan rekam
medis dan sebagainya) yang menjamin kerahasiaan identitas pasien sepenuhnya.
Aspek berikutnya adalah kepentingan komersial, sehingga pertanyaan apakah
ini tulisan murni tulisan profesi ataukah terikat dengan kepentingan komersial
tertentu harus jelas bagi pembaca. Informasi yang diberikan seorang narablog
dokter harus jelas dan andal, menyertakan sitasi atau pengutipan ke
sumber-sumber yang valid, dan memperbaiki baik konten maupun sitasi yang
tidak tepat lagi. Dan terakhir, seorang narablog dokter harus tetap santun
dan menjaga kesantunan dalam ruang blognya.
Kode Etik
Etika dalam
konteks profesi digariskan dengan apa yang disebut sebagai kode etik, yakni
serangkaian aturan-aturan atau norma yang berisi tata laku atau pedoman dalam
menjalankan suatu profesi tertentu. Seorang jurnalis, mempunyai kode etik yang
disebut dengan kode etik jurnalistik. Demikian juga, seorang dokter, perawat atau
perangkat lainnya memiliki kode etik profesi yang sering disebut dengan kode
etik kedokteran
yang wajib ditaati.
Banyak faktor
yang mempengaruhi kode etik dalam bidang kesehatan, yang diantaranya kita bisa
menyebut: tingkat kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan yang berkembang demikian
dinamis semisal: alat kedokteran yang bisa dipakai untuk memperpanjang usia,
cangkok organ, legalisasi aborsi, teknik kloning, dsb. Hal-hal demikian patut
direnungkan bersama karena jelas ada sisi-sisi kontradiktif dengan sistem etika
yang terangkum dalam kode etik tadi.
Pertanyaannya,
mana yang harus menjadi prioritas disaat kedua hal tadi bertemu dalam satu
simpul dan mengharuskan untuk dipilih salah satu-satunya? Apakah tetap
mempertahankan nilai etika kesehatan,
atau mendahulukan hasil dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
sekalipun bertentangan dengan kode etik, atau diambil langkah lain yang bisa
jadi merupakan kondisi tengah-tengah diantara keduanya?
Untuk itu paling
tidak diperlukan perumusan etika kesehatan yang mengatur pola hubungan antara
institusi kesehatan dengan sang pasien. Mungkin sebagai alternatif berikut
beberapa diantaranya:
- Sistem paternalisme, yakni sikap membimbing, mengarahkan dan mengayomi dari institusi kesehatan kepada pasiennya.
- Sistem individualisme, yakni pasien-pasien mempunyai hak yang absolut terhadap nasib dan kehidupannya.
- Resiprokalisme, yakni adanya saling kerjasama antara pekerja kesehatan dengan pasien dan pihak keluarga.
tolong daftar pustaka-nya, terima kasih
BalasHapus