KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepemimpinan merupakan gejala universal
yang ada sepanjang jaman pada semua kelompok manusia, dari yang tradisional
sampai modern. Kehadiran pimpinan dalam setiap organisasi pemerintahan
merupakan condition sine qua non,
artinya kehadirannya mutlak diperlukan. Bahkan pimpinan biasa dianggap sebagai
inti dari pemerintahan itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintahan
dimulai dari kepemimpinan.
Kepemimpinan
muncul bersama-sama dengan adanya peradaban manusia; yaitu sejak zaman
nabi-nabi dan nenek moyang manusia yang berkumpul bersama, lalu bekerja
bersama-sama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya menantang kebuasan
binatang dan alam sekitarnya. Sejak itulah terjadi kerjasama antara menusia,
dan ada unsur kepemimpinan. Pada saat itu pribadi yang ditunjuk sebagai
pemimpin adalah orang-orang yang paling kuat, paling cerdas dan paling
berani.Dengan ringkas dapat dikatakan, pemimpin dan kepemimpinan itu dimanapun
juga dan kapanpun juga selalu diperlukan, khususnya di zaman modern sekarang
dan di masa yang akan datang.
Motivasi
berkaitan erat dengan kebutuhan manusiawi, dan dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku seseorang hingga seorang pemimpin harus dapat menata motivasi
bawahannya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Apabila hal tersebut di atas
tidak dapat dilakukan seorang pemimpin dapat mengakibatkan menurunnya moral dan
produktivitas kerja yang tentunya diakibatkan oleh menurunnya motivasi
aparatnya.
Kepemimpinan
yang profesional diharapkan mampu meningkatkan motivasi kerja bawahannya,
sehingga dapat menghasilkan pelayanan prima pada masyarakat. Hal ini sesuai
dengan salah satu misi Garis-garis Besar Haluan Negara dalam Tap MPR Nomor
IV/MPR/1999, yaitu Perwujudan Aparatur Negara yang berfungsi melayani masyarakat,
profesional, berdaya guna, produktif, transparan, bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Keberhasilan
seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain yang dipimpinnya dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung pada cara pemimpin menciptakan
motivasi di dalam diri setiap bawahannya. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan
pada Kepemimpinan Pancasila, yaitu: Ing
ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Artinya di
depan sebagai suri tauladan, di tengah memberikan motivasi, di belakang
mengendalikan.
Mengingat
pentingnya peranan pemimpin dalam memberikan semangat dan motivasi kerja bagi
Pegawainya, maka pemimpin dituntut untuk dapat mengetahui keinginan dan
kebutuhan yang diperlukan oleh para Pegawainya.
Motivasi
kerja dalam diri Pegawai sangat
mempengaruhi terhadap pelaksanaan tugas yang diembannya dalam pencapaian tugas
organisasi. Pegawai yang tidak
termotivasi dapat menghambat pelaksanaan tugas kantor yang pada akhirnya juga
akan menghambat pencapaian tujuan organisasi. Hal ini perlu disadari oleh
pimpinan untuk dapat memperhatikan Pegawainya sebagai seorang manusia yang
memerlukan dorongan serta dukungan, karena jika Pegawainya mempunyai motivasi
yang tinggi maka juga akan memudahkan pimpinan dalam menggerakkan bawahan
mencapai tujuan organisasi.
B.
Rumusan
masalah
Adapun yang jadi
permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimana hubungan kepemimpinan dengan
motivasi dalam suatu organisasi atau instansi-instansi guna meningkatkan
produktivitas kerja pegawai atau bawahan?
C.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini
adalah untuk mengetahui hubungan kepemimpinan dengan motivasi dalam suatu
organisasi atau instansi-instansi guna meningkatkan produktivitas kerja pegawai
atau bawahan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kepemimpinan
1.
Pengertian
Kepemimpinan
Istilah kepemimpinan berasal dari kata
dasar pimpin yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata dasar pimpin lahirlah
kata kerja memimpin yang artinya membimbing atau menuntun. Dan kata benda
pemimpin yaitu orang yang berfungsi memimpin atau orang yang membimbing atau
menuntun
Dalam bukunya yang berjudul pemimpin dan
kepemimpinan Kartini Kartono (2003:48) mengemukakan mengenai kepemimpinan itu
adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan
itu sifatnya spesifik, diperlukan bagi satu situasi khusus sebab dalam kelompok
yang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan juga punya tujuan serta
peralatan khusus, pemimpin kelompok dengan ciri-ciri karakteristiknya itu
merupakan fungsi dari situasi khusus tadi. Jelasnya sifat-sifat utama dari
pemimpin dalam kepemimpinannya harus sesuai dan dapat diterima oleh
kelompoknya; juga bersangkutan, serta cocok dan pas dengan situasi dan
zamannya.
2. Pada
umumnya pemimpin itu juga memiliki beberapa sifat superior, melebihi
kawan-kawan lainnya atau melebihi para penguikutnya. Paling sedikit dia harus
memiliki superioritas dalam satu atau dua kemampuan/keahlian, sehingga
kepemimpinannya bisa berwibawa.
Dari beberapa devinisi tersebut dapat
kita ambil kesimpulan yang terdapat dalam kepemimpinan antara lain:
1. Kemampuan
mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok.
2. Kemampuan
mangarahkan tingkah laku, bawahan atau orang lain.
3. Kemampuan
melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Dari berbagai pandangan atau pendapat
mengenai arti, batasan atau definisi kepemimpinan, Wahjosumidjo (1994:26),
memberikan gambaran bahwa kepemimpinan dilihat dari sudut pendekatan apapun
mempunyai sifat universal.
1. Kepemimpinan
adalah suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat
tertentu seperti kepribadian (personality),
kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability)
2. Kepemimpinan
adalah serangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan
dengan kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
3. Kepemimpinan
adalah sebagai proses antara hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan
dan situasi.
Seorang pemimpin harus memiliki
kemampuan pribadi yang merupakan kelebihan dibanding dengan anggotanya,
sehingga anggota tersebut dapat dipengaruhi dan diajak untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan keinginannya. Hal tersebut dilakukan karena adanya kewibawaan dan
kekuasaan pemimpin yang dihormati oleh anggotanya sendiri. Dan pemimpin
tersebut harus dapat menerapkan kemampuannya sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan kerjanya.
Setiap pemimpin mempunyai jiwa
kepemimpinan dan karakteristik yang berbeda-beda dengan bobot dan kualitas yang
berbeda pula. Ia mempunyai sifat, kebiasaan, tingkah laku dan kepribadian yang
berbeda-beda yang merupakan ciri khas yang membedakan antara pemimpin satu
dengan pemimpin yang lain.
Dengan menjadi pemimpin, seseorang
mendapat kedudukan tertinggi dalam lingkungannya, berikut kekuasaan, fasilitas
hidup, alat kerja dan keuntungan yang melekat pada jabatan kepemimpinan itu.
Namun inti kepemimpinan bukan pertama-tama terletak pada kedudukan yang
ditempati. Inti kepemimpinan adalah fungsi atau tugas. Dia ada demi sesuatu
yang lain, bukan demi dirinya sendiri. Titik perhatiannya adalah tujuan dan
cita-cita yang mau dicapai, bukan kepentingan sendiri. Tujuan serta cita-cita itu harus dicapai karena
berguna , bermanfaat dan penting bagi kesejahteraan kehidupan banyak orang.
Tugas kepemimpinan adalah tugas pengabdian. Dia dipanggil demi penyelesaian
masalah, demi tujuan dan cita-cita bersama, tujuan dan cita-cita merupakan
unsur yang pertama dan paling pokok dalam kepemimpinan.
Sadar bahwa tujuan dan cita-cita itu
baik demi kesejahteraan orang banyak, seorang pemimpin berusaha mempengaruhi,
mengajak, mengumpulkan, menggerakkan dan memotivasi banyak orang untuk
bersama-sama bekerja mencapai tujuan dan cita-cita itu. Dalam lembaga atau
kegiatan-kegiatan dimana tujuan dan cita-cita itu sudah jelas dirumuskan,
seperti misalnya dalam lembaga pendidikan, tugas pemimpin tinggal
memperingatkan kembali, memperdalam pengertian bersama, atau menggali lebih
jauh lagi tujuan dan cita-cita itu.
Kepemimpinan memiliki peranan penting
dalam kerangka manajemen. Hal ini dikarenakan proses pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan orang lain (Human
Relation) yang pada akhirnya menuju pada pengembanan sumber daya manusia (Human Resources) berada di tangan
Pemimpin.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat
ditarik satu kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan untuk
mempengaruhi orang lain atau bawahan atau mau bekerja sama dan melakukan apa
yang diinginkan oleh seorang pemimpin dalam usahanya untuk mencapai tujuan
tertentu.
2.
Teori
Kepemimpinan
Dalam
pelaksanaan kepemimpinan seseorang tentunya mampunyai seni tersendiri dalam
memimpin. Hal ini menyebabkan munculnya bermacam-macam teori kepemimpinan.
Menurut
Wahyosumidjo (1994:116) ada tiga sasaran utama dari kepemimpinan, yaitu ;
sifat, perilaku dan situasi, kewibawaan pemimpin.
1. Teori
kepemimpinan sifat.
Teori ini didasarkan pendapat bahwa keberhasilan pemimpin
karena disebabkan oleh adanya kelebihan daripada sifat-sifat yang dimiliki oleh
pemimpin itu sendiri. Sifat-sifat itu dapat berupa sifat-sifat fisik, seperti:
tinggi badan, raut muka, stamina dan sebagainya. Disamping sifat fisik juga
sifat kemampuan seperti : kecerdasan, lancar berbicara. Sifat yang lain adalah
sifat kepribadian, seperti halnya harga diri, kejujuran, keteladanan, dan
sebagainya.
2. Teori
kepemimpinan perilaku dan situasi.
Perilaku seorang pemimpin menurut teori ini mempunyai
kecenderungan kearah dua hal yaitu :
a.
Konsiderasi, ialah kecenderungan
pemimpin yang menggambarkan
hubungan akrab dengan bawahan.
b.
Struktur Inisiasi, ialah kecenderungan
seorang pemimpin dan peranan
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
c.
Teori kewibawaan pemimpin.
Kewibawaan sebagai salah satu konsep kepemimpinan menyangkut semua
aspek yang berkaitan dengan kepemimpinan seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi orang lain.
Selanjutnya Pamudji (1989:145) membuat
kesimpulan tentang beberapa teori kepemimpinan yang penting :
1.
Teori serba sifat.
Teori ini mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan
serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin
keberhasilan pada setiap organisasi.
2.
Teori lingkungan.
Teori ini berpendapat bahwa munculnya pemimpin itu merupakan
hasil daripada waktu, tempat atau keadaan atau situasi dan kondisi. Suatu
tantangan atau suatu kejadian penting dan luar biasa akan menampilkan seseorang
untuk menjadi pemimpin.
3.
Teori pribadi dan situasi.
Untuk memperbaiki teori terdahulu, maka munculah teori
pribadi-situasi. Teori ini pada dasarnya mengakui bahwa kepemimpinan merupakan
produk dari terkaitnya tiga faktor yaitu :
a.
perangai (sifat-sifat) pribadi dari
pemimpin;
b.
sifat dari kelompok dan
anggota-anggotanya; dan
c.
kejadian-kejadian (atau masalah-masalah)
yang dihadapi oleh kelompok.
3.Sifat-sifat
kepemimpinan
Upaya untuk menilai sukses atau
gagalnya pemimpin itu antara lain dilakukan dengan mengamati dan mencatat
sifat-sifat dan kualitas/mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk
menilai kepemimpinannya.
Orward Tead dalam Kartini Kartono
(2003:37) berpendapat bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat-sifat :
1.
Energi jasmaniah dan mental.
2.
Kesadaran tujuan dan arah.
3.
Antusiasme.
4.
Keramahan dan kecintaan.
5.
Integritas.
6.
Penguasaan teknis.
7.
Ketegasan dalam mengambil keputusan.
8.
Kecerdasan.
9.
Ketrampilan mengajar.
10.
Kepercayaan.
Lain halnya dengan Pamudji (1989:77)
yang mengutarakan tentang delapan pedoman bersikap dan bertingkah laku yang
sebaiknya dianut oleh seorang pemimpin yang diambil dari ajaran tentang
kepemimpinan, didasarkan pada kisah pewayangan yaitu ajaran kepemimpinan Asta
Brata, yang merupakan ajaran dari Sri Ramayana kepada Barata dan dari Sri
Kresna kepada Arjuna yaitu :
1.
Watak matahari.
Matahari bersifat panas dan penuh energi serta memberi sarana
hidup. Artinya seorang pemimpin harus bisa memberi semangat, memberi energi dan
memberi kehidupan yang layak pada setiap anak buahnya.
2.
Watak bulan.
Bulan mempunyai wujud yang indah dan menerangi dalam gelapnya
malam. Artinya seorang pemimpin harus bisa menyenangkan dan menerangi anak
buahnya
3.
Watak bintang.
Bintang menjadi hiasan diwaktu malam dan menjadi kompas bagi
yang kehilangan arah. Artinya seorang pemimpin harus bisa menjadi teladan dan
pedoman bagi anak buahnya.
4.
Watak angin.
Bersifat mengisi setiap ruangan yang kosong. Artinya seorang
pemimpin harus bisa menempatkan diri atau mau turun ke lapangan untuk menyelami
kehidupan anak buahnya.
5.
Watak mendung.
Bersifat wibawa dan saat berubah menjadi hujan dapat
menghidupkan segala yang tumbuh. Artinya seorang pemimpin harus berwibawa
tetapi dalam tindakan harus mempunyai manfaat bagi anggotanya.
6.
Watak api.
Bersifat tegak dan sanggup membakar apa saja yang bersentuhan
dengannya. Artinya seorang pemimpin harus bertindak adil mempunyai prinsip
tetap tegak dan tegas tanpa pandang bulu.
7.
Watak samudera.
Bersifat luas dan rata. Artinya seorang pemimpin harus punya
pandangan yang luas, sanggup menerima persoalan dan tidak boleh membenci
seseorang.
8.
Watak bumi.
Mempunyai sifat sentosa dan suci. Artinya seorang mempunyai
budi pekerti yang baik, jujur dan mau memberi kepada siapa saja yang telah
berjasa.
4. Tipe Kemimpinan
Situasi dan kondisi yang berkembang di
dalam kelompok atau masyarakat sangat mempengaruhi tipe kepemimpinan yang akan
diterapkan. Tentunya hal ini menjadi persoalan yang sangat penting. Apabila
tipe kepemimpinan yang diterapkan tepat sasaran maka seorang pemimpin akan
diterima di kalangan kelompoknya, namun sebaliknya bila ia mengginakan tipe yang
berlawanan dengan kelompoknya, maka ia akan ditolak dari kelompok atau
masyarakat tersebut.
Terry dalam Pamudji (1989:143)
menggolongkan kepemimpinan dalam 6 tipe:
1. Kepemimpinan
Pribadi
Tipe ini merupakan kepemimpinan langsung antara pemimpin dan pengikutnya.
Hubungan ini dilakukan secara timbal balik antara atasan dan bawahan, dimana
segala permasalahan yang dihadapi oleh seorang pemimpin akan diselesaikan
secara pribadi dan masalah yang dihadapi bawahan akan disampaikan secara
pribadi kepada pemimpin tersebut, sehingga setiap persoalan dan masalah yang
ada akan segera dapat diatasi. Tipe ini biasanya diterapkan pada organisasi
yang kecil dan sederhana, dimana pengikut atau bawahannya dalam jumlah yang
terbatas.
2. Kepemimpinan
Non Pribadi
Kepemimpinan ini
dilakukan secara tidak langsung atau secara kedinasan yaitu melalui jalur
prosedur yang telah ditetapkan. Kepemimpinan ini lebih menitikberatkan hubungan
formal antara pemimpin dan bawahannya, sehingga dalam mengatasi masalah yang
ada pemimpin tersebut akan mengutamakan jalur kedinasan dan tidak melibatkan
hubungan pribadi terhadap bawahannya tersebut. Kepemimpinan ini biasanya
diterapkan pada organisasi besar yang memiliki banyak anggota atau bawahan dan
mempunyai ruang lingkup yang cukup luas.
3. Kepemimpinan
Otoriter
Kepemimpinan otoriter ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan
paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Kepemimpinan otoriter biasanya menentukan
kebijaksanaan menurut keinginannya sendiri tanpa memperhatikan pengikut atau
bawahannya. Tipe ini akan baik diterapkan dalam keadaan mendesak atau keadaan
yang kacau, dimana pengikut atau bawahannya sulit untuk diajak bermusyawarah.
4. Kepemimpinan
Demokratis
Kepemimpinan demokratis yaitu kepemimpinan yang selalu menerima
masukan, kritikan dan saran dari pengikut atau bawahnnya di dalam setiap
mengambil keputusan. Setiap persoalan atau masalah yang ada selalu
dimusyawarahkan agar keputusan tersebut merupakan suatu keputusan dari, oleh
dan untuk rakyat, sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang tepat
dalam pencapaian tujuan bersama.
5. Kepemimpinan
Kebapakan
Kepemimpinan ini mempunyai sifat kebapakan, di mana pemimpin
bertindak selaku pendidik, pengasuh, penasehat sekaligus sebagai pelindung
bawahan atau pengikutnya. Kepemimpinan ini biasanya diterapkan di wilayah
terpencil, di mana masyarakatnya masih memerlukan figur pemimpin yang
kebapakan,
6. Kepemimpinan
Alamiah
Kepemimpinan ini merupakan kepemimpinan yang tidak dibentuk,
akan tetapi timbul secara alamiah oleh bakat alami yang dibawa sejak lahir.
Kepemimpinan timbul dengan sendirinya karena lingkungannya menganggap bahwa dia
memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh kelompoknya.
B.
Motivasi
1.
Pengertia
Motivasi
Kartini Kartono (2003:174) mengatakan
bahwa “motif merupakan kebutuhan, keinginan, dorongan atau impuls-impuls yang
muncul dalam diri seseorang individu, yang dapat muncul dalam kondisi sadar
atau di bawah sadar”.
Malayu SP. Hasibuan (2003:95) mengatakan
bahwa “motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang; setiap motif
mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai”.
Moekijat dalam Hasibuan (2003:95)
mengatakan bahwa “motif adalah suatu pengertian yang mengandung semua alat
penggerak alasan-lasan tau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan ia berbuat sesuatu”.
Berdnard Berelson dan Gray A. Steiner
dalam Hasibuan (2003:95) mengatakan “ Sebuah motif adalah suatu pendorong dari
dalam untuk berkreatifitas atau bergerah dan secara langsung atau mengarak
kepada sasaran akhir”.
Sedangkan
pengertian tentang motivasi adalah sebagai berikut:
Menurut Wahjosumidjo (1994:174)
“Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara
sikap , kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang”.
Malayu SP. Hasibuan (2003:95) “Motivasi
adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang,
agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Harold Koontz dalam Hasibuan (2003:95) “
Motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu
tujuan”.
Memotivasi merupakan aspek vital untuk
bekerja dengan baik. Aktivitas ini berhubungan dengan seberapa jauh komitmen
oran terhadap pekerjaan mareka dan dalam mencapai tujuan. Untuk mempengaruhi
apakah orang-orang mempunyai motivasi atau tidak, tidaklah sederhana
penilaiannya. Bawahan tidak selalu
mengatakan kepada atasan tentang bagaimana perasaannya atau mengaku tidak puas,
tetapi sering menunjukkan tanda-tanda tidak senang dengan atasannya. Jika
keadaan berjalan lancar, biasannya atasan bisa merasakan adanya suasana yang
penuh semangat dan minat. Jika suasana itu tidak ada, hal ini seharusnya
membuat atasan menjadi waspada.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa motivasi adalah kebutuhan yang ada dalam pikiran seseorang yang
mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, sifatnya
menyala-nyala, sehingga mengadakan sesuatu tindakan untuk mencapai tujuan.
Dari tindakan itulah yang disebut perilaku.
2.
Teori
Motivasi
Hasibuan (2003:103) membagi teori motivasi sebagai
berikut :
1. Teori
Kepuasan
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku
dengan cara tertentu. Pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan
bertindak (bersemangat kerja) untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
kepuasannya. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan,
maka semakin giat orang itu bekerja.
2. Teori
Motivasi Proses
Teori ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan
“bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan individu”, agar
setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer.
3.
Azas-azas
Motivasi
Hasibuan (2003:98) membagi azas motivasi sebagai berikut :
1. Azas
Mengikutsertakan
Artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan
memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam
proses pengambilan keputusan.
2. Azas
Komunikasi
Artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin
dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi.
3. Azas
Pengakuan
Artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat
secara wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
4. Azas
Wewenang yang didelegasikan
Artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan kepada bawahan,
bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas
dengan baik.
5. Azas
Adil dan Layak
Artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus
berdasarkan atas “ keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.
6. Azas
Perhatian timbal balik
Artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik, maka
pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama
yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
4.
Alat-alat
Motivasi
Hasibuan (2003:99) membagi alat motivasi sebagai berikut :
1. Materiil
Insentif
Alat motivasi yang diberikan
berupa uang atau barang yang mempunyai nilai pasar (memberikan kebutuhan
ekonomis). Misalnya: kendaraan, rumah, dan lain-lain.
2. Nonmateriil
Insentif
Alat
motivasi yang diberikan berupa barang/benda yang tidak ternilai (hanya
memberikan kepuasan/kebanggaan rohani saja). Misalnya: medali, piagam, bintang
jasa dan lain-lain.
3. Kombinasi
Materiil dan Nonmateriil Insentif
Alat motivasi yang diberikan berupa materiil (uang dan barang)
dan nonmaterial (medali dan piagam), jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan
kepuasan/kebanggaan rohani.
5.
Jenis-jenis
Motivasi
Hasibuan (2003:99) membagi jenis-jenis motivasi sebagai
berikut :
1. Motivasi
Positif (Insentif positif)
Manajer memotivasi bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif
ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena menusia pada umumnya senang
menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi
Negatif (Insentif negatif)
Manajer memotivasi bawahannya dengan
memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi
rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka
waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut di hukum, tetapi untuk jangka
waktu panjang dapat berakibat kurang baik.
6.
Metode
dan Teknik Motivasi
Metode Motivasi
menurut Hasibuan (2003:100), terdiri dari :
1. Metode
Langsung.
Yaitu motivasi (materiil dan nonmaterial)
yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian,
penghargaan, bonus, piagam dan sebagainya.
2. Metode
Tidak Langsung.
Yaitu motivasi yang diberikan hanya
merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah
kerja/kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan
pekerjaannya. Misalnya: kursi empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja
terang dan nyaman, suasana lingkungan pekerjaan yang baik, penempatan karyawan
yang tepat dan sebagainya.
Teknik motivasi adalah kemampuan seseorang atau pemimpin
secara konseptual atau dengan berbagai sumber daya dan sarana dalam menciptakan
situasi yang memungkinkan timbulnya motivasi pada setiap bawahan atau orang
lain untuk berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi.
Menurut Strauss dan Sayles dalam Wahjosumidjo (1994:198) ada
beberapa teknik motivasi yaitu :
1. Dengan
kekerasan (the strong approach)
Pemimpin
lebih menekankan wewenang yang dimilikinya, bentuk motivasi yang ada berupa
pemaksaan orang untuk bekerjasama dengan ancaman, pemimpin menyebutkan setiap
aturan yang ada dan kurang memberi kebebasan kepada bawahan.
2. Bersikap
baik (the be good approach)
Pemimpin
berusaha meningkatkan semangat bawahan dengan memberikan kondisi kerja yang
baik, berbagai tunjangan, servis, gaji yang tinggi dan sebagainya.
3. Melalui
perundingan secara implicit (implicit
bargaining)
Melalui
persetujuan atasan dan bawahan mengenai imbalan yang akan diberikan oleh atasan
terhadap hasil kerja.
4. Melalui
kompetisi (competition)
Kompetisi
merupakan sumber motivasi yang cukup baik, yang mengharuskan setiap orang
bergantung pada dirinya sendiri untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin.
5. Internalisasi
(internalized motivation)
Pemimpin
selalu memperhatikan berbagai kebutuhan bawahan yang berupa ketrampilan,
kebebasan, prestasi, pengertian, pengetahuan posisi seseorang, pujian,
penerimaan, perhatian dan rasa percaya diri.
C.
Hubungan
Kepemimpinan dan Motivasi
Memotivasi bawahan agar
dapat mencapai hasil yang memuaskan berarti memberi semangat untuk bekerja
dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan keagamaan, di mana
pemimpin berperan aktif terhadap kegiatan keagamaan serta memberikan pandangan
dan ajaran mengenai kebenaran hakiki. Hal ini akan memberikan motivasi
tersendiri bagi pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya, karena pegawai
semakin memahami akan pentingnya suatu semangat dalam hidup, dengan kesadaran
tersebut akan dapat menumbuhkan semangat dalam diri pegawai untuk melaksanakan
persoalan-persoalan yang dihadapi guna mencapai kepuasan jiwanya.
Tujuan seorang pemimpin
memberikan motivasi kepada bawahannya adalah :
1. Mendorong
gairah dan semangat kerja karyawan.
2. Meningkatkan
moral dan kepuasan kerja karyawan.
3. Meningkatkan
produktivitas karyawan.
4. Mempertahankan
loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
5. Meningkatkan
kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.
6. Mengefektifkan
pengadaan karyawan.
7. Meningkatkan
suasana dan hubungan kerja yang baik.
8. Meningkatkan
kreativitas dan partisipasi karyawan.
9. Meningkatkan
tingkat kesejahteraan karyawan.
10. Mempertinggi
rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
11. Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Menurut Ermaya
Suradinata (1995:85), untuk menggerakkan motivasi secara positif yang dapat
meningkatkan perangsang kerja para pegawai
adalah antara lain :
1. Partisipasi,
para pegawai hendaknya merasa mempunyai kemampuan dan diharapkan dirinya merupakan
bagian dari keseluruhan.
2. Supervisi,
yaitu jangan dilakukan terlalu ketat/keras terhadap bawahan, hendaknya para
bawahan diberi kesempatan yang cukup untuk berinisiatif dan berdaya kerja dalam
melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Orientasi,
bukan semata-mata berorientasi pada pekerjaan, tetapi orientasi yang ditujukan
pada pegawai itu sendiri, sehingga mereka tahu dimana tempat dan seberapa jauh
wewenang dan tanggung jawabnya.
4. Hubungan
yang terbuka, setiap pimpinan hendaknya menjelaskan arti dan tujuan organisasi
serta memberitahukan semua persoalan yang terjadi di dalam organisasi.
5. Pendelegasian/pelimpahan
wewenang, perlu diadakan pelimpahan sebagian wewenang dan tanggung jawab kepada
bawahan.
6. Kompetisi
yang sehat, dalam kompetisi ini hendaknya bersifat bersahabat oleh
masing-masing yang berkompetisi.
7. Penghargaan,
pengakuan terhadap hasil karya seseorang yang gemilang yang dapat dijalankan
dengan bermacam-macam cara misalnya: pujian, penghargaan atau imbalan berupa
materi maupun inmateri.
8. Cross-motivasi,
bawahan wajib memberi dorongan kepada pimpinan dengan cara-cara yang wajar juga
kepada sesama rekan menuju kearah terwujudnya usaha kerja sama yang baik dengan
penuh semangat kerja sama yang saling menguntungkan.
9. Sinkronisasi,
setiap tujuan pribadi dari masing-masing anggota, tujuan kelompok, tujuan
sosial dan tujuan organisasi yang merupakan perpaduan yang serasi dan disertai
keyakinan bahwa kepuasan atau pencapaian tujuan bersama dapat dinikmati oleh
semua pihak, adil merata dan layak.
Selain tersebut di atas ada faktor yang menimbulkan
kegairahan, semangat, kegiatan dan kepuasan kerja karyawan. Menurut Clifford F.
Jurgesen dalam Ermaya Suradinata (1995 : 88), yang diharapkan oleh karyawan
dari pekerjaannya antara lain :
1. Faktor
security yaitu adanya kepastian untuk memperoleh pekerjaan tepat, memangku
jabatan selama mungkin seperti yang mereka harapkan.
2. Faktor
“advancement” yaitu adanya kemungkinan untuk maju naik tingkat, kedudukan dan
keahlian/pengalaman.
3. Faktor
“jenis pekerjaan (type of work)” yang
berarti adanya pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan,
pengalaman, bakat dan minat karyawan.
4. Faktor
upah (pay) yaitu gaji atau
penghasilan yang diterima.
5. Faktor
teman kerja (co-Workers) yang cocok
sepaham untuk kerjasama.
6. Faktor
“supervisor” yaitu pemimpin, pimpinan atau atasan mempunyai hubungan baik
dengan bawahannya, mau mengerti karyawan-karyawannya dan mempertimbangkan
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh bawahannya.
Hasibuan (2003:93)
berpendapat bahwa alasan seorang pimpinan memberikan motivasi kepada
bawahan antara lain :
a.
Karena pimpinan membagi-bagikan
pekerjaannya kepada para bawahan untuk dikerjakan dengan baik.
b.
Karena ada bawahan yang mampu untuk
mengerjakan pekerjaannya, tetapi ia malas atau kurang bergairah mengerjakannya.
c.
Untuk memelihara dan atau meningkatkan
kegairahan kerja bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
d.
Untuk memberikan penghargaan dan
kepuasan kerja kepada bawahannya.
Seorang pimpinan dalam memotivasi harus menyadari, bahwa
orang akan mau bekerja keras dengan harapan bahwa ia akan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan-keinginan dari hasil pekerjaannya.
Menurut Paterson dan Plowman dalam Hasibuan (2003:93-94),
keinginan-keinginan itu antara lain :
1. The desire to live,
artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang.
Manusia bekerja untuk dapat makan dan makan untuk dapat melanjutkan hidupnya.
2. The desire for posession,
artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua
dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.
3. The desire for power,
artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas
keinginan untuk memiliki, mendorong manusia untuk bekerja.
4. Desire for recognition,
artinya keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan
juga mendorong manusia untuk bekerja.
Dengan demikian jelas bahwa setiap
pekerja mempunyai motif tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil
pekerjaannya. Kebutuhan dan keinginan-keinginan yang dipuaskan dengan bekerja
adalah :
1. Kebutuhan
fisik dan keamanan
Menyangkut kepuasan
kebutuhan fisik (biologis, seperti makan, minum, tempat tinggal, dan lain-lain,
di samping kebutuhan akan rasa aman dalam menikmatinya.
2. Kebutuhan
Sosial
Karena manusia tergantung satu sama lain, maka terdapat berbagai
kebutuhan yang hanya bisa dipuaskan jika masing-masing individu ditolong dan
diakui oleh orang lain.
3. Kebutuhan
Egoistik
Ini berhubungan dengan keinginan orang untuk bebas mengerjakan
sesuatu sendiri dan puas karena berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Komentar
Posting Komentar