MAKALAH ANGKA KEMATIAN BAYI DAN BALITA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Tujuan Pembangunan Milenium
atau Millennium Development Goals (MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan
kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk
dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam
pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta
ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York
pada bulan September 2000 tersebut. Pemerintah Indonesia turut menghadiri
Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi
Milenium itu. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas
internasional untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini
(MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan
kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari
pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang
menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan
dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan,
mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh
jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator
sensitif untuk mengetahui derajat kesehatan suatu negara bahkan untuk
mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Dalam pelayanan kebidanan (obstetric), selain Angka
Kematian Maternal/Ibu (AKM) terdapat Angka Kematian Perinatal (AKP) yang dapat
digunakan sebagai parameter keberhasilan pelayanan. Namun, keberhasilan
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di negara-negara maju saat ini menganggap
Angka Kematian Perinatal (AKP) merupakan parameter yang lebih baik dan lebih
peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Hal ini mengingat kesehatan
dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada keadaan serta
kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai fungsi untuk
menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah
menjadi janin cukup bulan.
Kematian perinatal (perinatal
mortality) adalah jumlah bayi lahir-mati dan kematian bayi dalam
tujuh hari pertama sesudah lahir (early
neonatal) yang terjadi dari masa kehamilan ibu 28 minggu atau
lebih. Adapun angka kematian perinatal adalah jumlah lahir mati (umur kehamilan
ibu 28 minggu) ditambah jumlah kematian neonatal dini (umur bayi 0 – 7 hari)
per jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama dikali 1000
(Wiknjosastro, 2006).
Menurut Varney (2006), kurang lebih 8 juta kematian
perinatal di dunia terjadi setiap tahun. Dari jumlah ini, sekitar 85 % kematian
bayi baru lahir terjadi akibat infeksi, asfiksia pada saat lahir, dan cedera
saat lahir. Berdasarkan kelompok kerja World
Health Organitation (WHO) April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi
di dunia, 48 % adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian neonatal sekitar
60 % merupakan kematian bayi berumur kurang dari 7 hari (perinatal) dan
kematian bayi umur lebih dari 7 hari akibat gangguan pada masa perinatal. Pola
penyakit penyebab kematian bayi dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
1995 adalah penyakit sistem pernafasan 30 %, gangguan perinatal 29 %, diare 14
%, penyakit sistem saraf 16 %, tetanus neonatorum 4 %, dan infeksi atau parasit
lainnya 4 %. Bila dibandingkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 1992 dengan
hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 1995, gangguan perinatal naik dari urutan
kelima menjadi kedua sebagai penyebab kematian bayi (Anonim, 2008).
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003,
diperoleh data 35/1000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi dan 20/1000
kelahiran hidup untuk angka kematian neonatal. Indonesia belum berhasil
mencapai target penurunan kematian perinatal (early neonatal). Dimana Indonesia, melalui
program kesehatan bayi baru lahir tercakup di dalam program kesehatan ibu.
Dalam rencana strategi nasional Making
Pregnancy Safer, target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir
adalah menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup
(Djaja, 2003).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, kematian
neonatal (0 – 28 hari ) adalah 180 kasus. Kasus lahir mati berjumlah 115
kasus. Jumlah seluruh kematian bayi adalah 466 kasus. Distribusi kematian
neonatal sebagian besar di wilayah Jawa Bali (66,7%) dan di daerah pedesaan
(58,6%). Menurut umur kematian, 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia
0 – 7 hari yakni pada masa perinatal (early
neonatal), dan 20,6% terjadi pada usia 8-28 hari. Studi Mortalitas
SKRT 2001 menunjukkan penyebab utama kematian perinatal dari faktor bayi adalah
asfiksia 34%, prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 33 % (Djaja, 2003).
Di Provinsi Sulawesi
Tenggara sendiri, berdasarkan profil kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2006, kasus kematian perinatal cenderung mengalami peningkatan, yakni
pada tahun 2005 terdapat 372 kasus lahir mati (perinatal) dan 381 kematian bayi
dari 32.006 kelahiran, dimana terdapat 1 kasus Tetanus Neonaturum dan 83 kasus
berat badan lahir rendah serta 325 tercatat sebagai penyebab lain. Pada tahun
2006 mengalami peningkatan menjadi 380 kasus lahir mati dan 325 untuk kematian
bayi dari 45.952 kelahiran, dimana terdapat 1 kasus tetanus neonaturum dan 100
kasus berat badan lahir rendah serta 118 tercatat sebagai penyebab lain. Pada
tahun 2007 meningkat menjadi 465 kasus, dimana disimpulkan bahwa penyebab
kematian didominasi karena berat badan lahir rendah dan asfiksia, hal ini
disebabkan karena sebagian pertolongan persalinan masih ada ditolong oleh dukun
bayi serta keterampilan bidan dan peralatan yang kurang memadai (Laporan
Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan Prov. Sultra, 2007).
Berat badan lahir rendah
(kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berkontribusi
terhadap kematian perinatal dan neonatal. Berat badan lahir rendah (BBLR)
dibedakan dalam 2 katagori yaitu: BBLR karena premature (usia kandungan kurang
dari 37 minggu) atau BBLR karena intrauterine
growth retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat
kurang untuk usianya. Banyak BBLR di negara berkembang dengan IUGR sebagai
akibat ibu dengan status gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit
menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau ketika hamil, namun dari hasil
survei proporsi kematian BBLR dengan IUGR hanya 1,4% (Djaja, 2003).
Berdasarkan studi
pendahuluan di diperoleh data bahwa pada wilayah kerja dinas kesehatan Kabupaten
Konawe, pada tahun 2006 terdapat 91 kasus kematian perinatal dari 6268
kelahiran, dimana kasus lahir mati sebanyak 51 kasus dan kematian pada usia 0 –
7 hari sebanyak 40 kasus atau terdapat kasus kematian perinatal 14/1000
kelahiran hidup, kemudian menurun pada tahun 2007, yakni terdapat 58 kasus
kematian perinatal dari 6357 kelahiran, dimana kasus lahir mati sebanyak 37
kasus dan kematian pada usia 0 – 7 hari terdapat 21 kasus atau terdapat kasus
kematian perinatal sebanyak 9/1000 kelahiran hidup. Dan pada tahun 2008
meningkat menjadi 60 kasus kematian perinatal dari 4815 kelahiran, dimana
terdapat 30 kasus lahir mati dan kematian 0 – 7 hari terdapat 30 kasus atau
terdapat kasus kematian perinatal sebanyak 12/1000 kelahiran hidup (Dinkes Kab.
Konawe, 2008).
1.2.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu:
1.
Apa saja yang menjadi Indikator Global/Nasional untuk Memantau Pencapaian
Target?
2.
Apa saja indikator Lokal untuk Memantau Kemajuan Kabupaten dan Kecamatan terhadap
penurunan angka kematian anak?
3.
Apa Penyebab Kematian bayi dan Balita?
1.3.
Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah
1.
Untuk mengetahui Indikator Global/Nasional untuk Memantau Pencapaian
Target
2.
Untuk mengetahui Indikator Lokal untuk Memantau Kemajuan Kabupaten dan
Kecamatan
3.
Untuk mengetahui Penyebab Kematian bayi dan Balita
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Indikator Global/Nasional
untuk Memantau Pencapaian Target
Untuk memantau menurunnya angka kematian
balita, MDGs menetapkan 3 indikator global yaitu angka kematian balita, angka
kematian bayi dan proporsi imunisasi campak pada anak yang berusia 1 tahun.
Dengan keterbatasan data yang tersedia di tingkat wilayah kecil tidak semua
dari tiga indikator ini dapat dihitung; hanya indikator tentang imunisasi
campak yang mungkin diperoleh. Agar pemantauan terhadap pencapaian target MDGs
untuk tingkat lokal kabupaten/kota dan kecamatan dapat dilakukan dibuat
indikator proksi
2.1.1
Angka Kematian Balita (Akaba)
a. Konsep dan definisi
Akaba adalah
jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai
usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif
Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71 – 140 sedang dan < 20 rendah.
b.
Manfaat
Indikator ini terkait langsung
dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi
dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya.
Akaba kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.
Mengingat kegiatan registrasi
penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum dapat dipakai untuk
menghitung Akaba. Sebagai gantinya Akaba dihitung berdasarkan estimasi tidak
langsung dari berbagai survei. Brass.
c.
Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan:
Rumus yang digunakan:
Akaba
=
|
Banyaknya
penduduk yang meninggal pada usia kurang dari 5 tahun
|
X
1000
|
Banyaknya
balita
|
Sumber data: BPS (SP,
SDKI, Kor Susenas) dan Departemen Kesehatan
2.1.2 Angka kematian
bayi (AKB)
a. Konsep dan definisi
AKB adalah banyaknya bayi yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB per 1000 kelahiran hidup pada tahun
yang sama.
Nilai normatif AKB kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan.
Nilai normatif AKB kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan.
b. Manfaat
Indikator ini terkait langsung
dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi
dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya.
AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba.
Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan
dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen
penting pada kematian balita. Brass.
c. Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan:
Rumus yang digunakan:
AKB
=
|
Banyaknya
kematian bayi (di bawah 1 tahun) selama tahun tertentu
|
X
1000
|
Banyaknya
kelahiran hidup
|
Sumber data: BPS (SP, SDKI, Kor Susenas) dan
Departemen Kesehatan
2.1.3 Proporsi
imunisasi campak (PIC) pada anak yang berusia 1 tahun (12-23 bulan)
a. Konsep dan definisi
PIC adalah perbandingan antara
banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima paling sedikit satu kali
imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan dinyatakan dalam
persentase.
b. Manfaat
Indikator
ini merupakan suatu ukuran cakupan dan kualitas sistem pemeliharaan kesehatan
anak di suatu wilayah. Imunisasi adalah unsur penting untuk mengurangi kematian
balita.
c. Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan:
Rumus yang digunakan:
PIC
=
|
Banyaknya
anak usia 12-23 bulan yang telah diimunisasi campak sekurang-kurangnya 1 kali
|
X
100%
|
Jumlah
anak yang berumur 12-23 bulan
|
Sumber
data:BPS (SDKI, Kor Susenas), dan
Departemen Kesehatan
2.2 Indikator
Lokal untuk Memantau Kemajuan Kabupaten dan Kecamatan
Angka kematian anak dan angka kematian bayi untuk tingkat
kecamatan tidak tepat jika diperoleh dari survey yang berskala nasional, karena
rancangan sampel diperuntukkan untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi
tingkat kabupaten dan atau tingkat propinsi Karena itu angka kematian anak dan
angka kematian bayi didekati dengan indikator program yang dilaksanakan dalam
upaya menurunkan angka kematian balita dan angka kematian bayi, antara lain
persentase BBLR, cakupan kunjungan bayi, persentase pemberian vitamin A,dan
cakupan pemberian ASI eklusif, Berikut
ini adalah definisi operasional, rumus dan sumber data indikator-indikator
tersebut.
2.2.1 Persentase Bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
a. Definisi
Bayi dengan BBLR, adalah bayi yang lahir dengan berat badan (BB) < 2500 gram pada
saat lahir atau hari ke-7 setelah lahir.
b. Rumus:
Persentasi
bayi BBLR =
|
Jumlah bayi yang ditimbang dengan berat
kurang dari 2500 gram
|
X
100%
|
Jumlah bayi lahir hidup
|
2.2.2. Presentase Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah)
a. Definisi
Balita dengan BGM adalah Balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada pada
dan di bawah garis merah pada KMS.
b. Rumus:
Persentasi
balita BGM =
|
Jumlah balita BGM
|
X
100%
|
Jumlah seluruh balita yang
ditimbang
|
2.2.3 Pemantauan Pertumbuhan
Menggunakan Data SKDN
S adalah Seluruh balita yang ada di wilayah kerja.
K adalah jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS
atau buku KIA.
D
adalah jumlah seluruh balita yang Ditimbang.
N adalah balita yang Naik berat
badannya sesuai dengan garis pertumbuhan.
Rumus
Presentase D/S =
|
Jumlah balita yang datang
ditimbang (D)
|
X
100%
|
Jumlah sasaran balita yang
ada di wilayah kerja
|
Presentase K/S =
|
Jumlah balita yang
terdaftar dan mempunyai KMS (K)
|
X
100%
|
Jumlah sasaran balita yang
ada di wilayah kerja
|
||
Presentase N/D =
|
Jumlah balita yang naik
berat badannya (N)
|
X
100%
|
Jumlah balita yang
ditimbang
|
2.2.4 Cakupan Kunjungan Bayi
a. Definisi
Kunjungan bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan) termasuk neonatus (umur
1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh
dokter, bidan, atau perawat yang memiliki kompetensi klinis
kesehatan, paling sedikit 4 kali (bayi), 2 kali (neonatus) di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
Kunjungan
neonatus adalah kunjungan
neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
standar oleh dokter, bidan, atau perawat yang memiliki kompetensi klinis
kesehatan, paling sedikit 2 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
2.2.5 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Balita
a. Definisi
Balita
mendapat kapsul vit. A, 2 kali/tahun, adalah
bayi umur 6-11 bulan yang mendapat kapsul vitamin A satu kali dan anak umur
12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi dua kali per tahun di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
b. Rumus:
Cakupan Balita
mendapat kapsul vit.
A =
2 kali per tahun
|
Jumlah balita mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi di satu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
|
X
100%
|
Jumlah balita yang ada di
satu wilayah kerja pada kurun waktu yg sama
|
2.2.6 Persentase Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
a. Definisi
Pemberian ASI ekslusif adalah pemberian hanya air susu ibu saja kepada bayi sejak lahir
sampai berumur 6 bulan tanpa makanan atau minuman lain, kecuali obat, vitamin
dan mineral.
Persentase ASI Ekslusif =
|
Jumlah bayi umur 0-6 bulan yang
diberi hanya ASI saja
|
X
100%
|
Jumlah bayi umur 0-6 bulan di
suatu wilayah
|
2.3 Penyebab Kematian bayi dan Balita
Banyak faktor yang
dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya,
kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi
endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi
yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya
pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi
eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah
usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar
Tiga penyebab
utama bayi meninggal adalah akibat berat badan rendah sebesar 29 persen,
mengalami gangguan pernapasan sebesar 27 persen dan masalah nutrisi sebesar 10
persen," ungkap dr Badriul Hegar SpA(K), Ketua Ikatan Dokter Anak
Indonesia (TDAI), dalam acara talkshow "Di Balik Kematian Bayi dan Balita
dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional 2009" di Jakarta Convention Center
Jumat (4/12).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk memantau menurunnya angka kematian
balita, MDGs menetapkan 3 indikator global yaitu angka kematian balita, angka
kematian bayi dan proporsi imunisasi campak pada anak yang berusia 1 tahun.
Dengan keterbatasan data yang tersedia di tingkat wilayah kecil tidak semua
dari tiga indikator ini dapat dihitung; hanya indikator tentang imunisasi
campak yang mungkin diperoleh. Agar pemantauan terhadap pencapaian target MDGs
untuk tingkat lokal kabupaten/kota dan kecamatan dapat dilakukan dibuat indikator
proksi
Angka kematian anak dan angka kematian bayi untuk tingkat
kecamatan tidak tepat jika diperoleh dari survey yang berskala nasional, karena
rancangan sampel diperuntukkan untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi
tingkat kabupaten dan atau tingkat propinsi Karena itu angka kematian anak dan
angka kematian bayi didekati dengan indikator program yang dilaksanakan dalam
upaya menurunkan angka kematian balita dan angka kematian bayi, antara lain
persentase BBLR, cakupan kunjungan bayi, persentase pemberian vitamin A,dan
cakupan pemberian ASI eklusif, Berikut
ini adalah definisi operasional, rumus dan sumber data indikator-indikator
tersebut.
Banyak faktor yang
dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya,
kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.Kematian bayi endogen
atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang
terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya
pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan Kematian bayi
eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah
usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar
terima kasih.
BalasHapussangat membantu.