HEPATITIS B
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di Indonesia, terutama yang disebabkan oleh
infeksi virus masih merupakan penyakit endemis. Ada tiga kemungkinan yang bisa
terjadi bila sel terinfeksi oleh virus. Pertama, tidak terjadi apa-apa. Kedua,
terjadi efek sitopatik dan kematian sel. Ketiga, sel megalami hiperlasia yang
berakibat kematian sel atau hilangnya kemampuan untuk mengontrol pertumbuhan,
seperti sel yang berubah menjadi ganas karna transformasi oleh virus.
Virus juga dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Penyakit yang ditimbulkan antara lain cacar, rabies, demam berdarah
dengue (DBD), rubeola, mumps (gondongan), herpes, dan sebagainya. Virus juga
merupakan penyebab utama Hepatitis.
Dengan semakin berkembangnya pemeriksaan
serologis- imunologis untuk penyakit Hepatitis virus, maka saat ini sudah dapat
dideteksi 5 macam virus sebagai penyebabnya. Kelima macam virus itu adalah
virus hepatitis A (VHA), virus Hepatitis B (VHB), dan virus Hepatitis C (VHE
atau Non-A Non-Bparenteral), virus Hepatitis D (VHD), dan virus Hepatitis E
(VHE atau Non-A Non-B enterik). Akhir-akhir ini telah ditemukan hepatitis yang
bukan disebabkan oleh virus A – E. virus ini sedang dalam penelitian lebih
lanjut dan penyakitnya dinamakan Hepatitis F dan Hepatitis G.
Kecenderungan meningkatnya prevalensi
penderita Hepatitis terutama oleh virus, saat ini sudah merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan lebih baik. Hal ini disebabkan
sebagian Hepatitis virus akan menjadi kronis, yang akan berlanjut menjadi
sirosis dan kanker hati, serta berakhir dengan kematian akibat kegagalan fungsi
hati. Hepatitis B sendiri masih merupakan masalah kesehatan masyarakat paling
serius di dunia maupun di Indonesia karena jumlah penderitanya yang semakin
meningkat. Lebih dari dua milyar penduduk dunia pernah terinfeksi. Pada saat
ini diperkirakan terdapat sekitar 3.000
juta penduduk dunia mengidap Hbs Ag dari jumlah tersebut, hampir 78 % berdiam
di benua Asia.
Merunut Tim Hepatitis Nasional angka
prevalensi Hepatitis B berkisar antara 5
– 20 %. Angka tersebut menunjukkan Indonesia termasuk kelompok negara dengan
endemisitas sedang sampai tinggi. Hal ini berarti infeksi virus Hepatitis B
sudah banyak terjadi pada saat kehamilan, bayi, dab masa anak-anak. Oleh karena
itu Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat dihimbau oleh WHO untuk
segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap infeksi virus Hepatitis B.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
melakukan sebuah pengamatan yang ditulis ke dalam sebuah makalah yang berjudul
“Tinjauan Epistemologi Penyakit Hepatitis B”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dan latar belakang, maka rumusan masalah dalam pengamatan ini
adalah sebagai berikut :
a. Mengapa
penyakit hepatitis B dapat terjadi ?
b. Bagaimana
sumber dan cara penularan penyakit hepatitis B ?
c. Bagaimana
gejala seseorang yang terkena hepatitis B ?
d. Bagaimana
cara mendiagnosis seseorang yang terkena Hepatitis B ?
e. Bagaimana
cara penatalaksanaan seseorang yang terkena Hepatitis B ?
f. Bagaimana
cara-cara mencegah penyakit hepatitis B ?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini, ialah :
a. Untuk
mengetahui penyebab terjadinya penyakit hepatitis B
b. Untuk
mengetahui sumber dan cara penularan penyakit Hepatits B
c. Untuk
mengetahui seseorang yang terkena gejala hepatitis B,
d. Untuk
mengetahui diagnosa seseorang yang terkena Hepatitis B,
e. Untuk
mengetahui cara penatalaksanaan seseorang yang terkena penyakit hepatitis B
f. Untuk
mengetahui cara-cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
hepatitis B.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Penyebab
Hepatitis B
Hepatitis
B terjadi karena disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus hepatitis B
(VHB) ditemukan pertama kali oleh Dr. Baruch S. Blumberg dan asistennya Dr.
Barbara Werner. Mereka mendeteksi adanya suatu antigen dalam darah seorang
warga suku Aborigin Australia penderita hemophilia. Antigen ini kemudian
dinamakan Australian antigen. Sekarang
lebih dikenal dengan nama antigen permukaan VHB (HBsAg) karena terdapat di
permukaan VHB. Atas jasanya tersebut beliau mendapat hadiah nobel untuk bidang
kedokteran pada tahun 1976.
VHB
adalah virus DNA berukuran 42 nanometer (nm) yang tergolong kelas Hepadna
viridae. Virus ini hanya menginfeksi manusia dan simpanse. Dengan mikroskop
electron dapat dibedakan tiga macam partikel virus yang terdapat pada darah
penderita hepatitis B. ketiga partikel virus ini adalah partikel protein
selubung berbentuk spheris, partikel berbetuk tubular (filamen) berdiameter 22
nm, dan partikel partikel Dane dengan diameter 42 nm yang merupakan bentuk
virus lengkap. Partikel spheris dan tubular hanya terdiri dari HBsAg, yang
jumlahnya 103 – 106 kali lebih banyak dari partikel Dane.
Semua bentuk partikel virus diatas mempunyai sifat antigenic yang sama sehingga
mampu merangsang pembentukan antibodi. Semua antigen dan antibodi yang
terbentuk dapat dipakai sebagai petanda serologic Hepatitis B.
Patikel
Dane merupakan patikel virus yang lengkap. Partikel ini terdiri dari selubung
atau envelope, lapisan protein yang disebut
nukleokapsid atau core, dan genom VHB. Selubung bersifat antigenic dan
mempunyai tiga macam protein yang berbeda ukuran, yaitu antigen S (mayor
protein), pre-S (large protein), dan pre-S2 (middle protein).
Protein nukleokaspid juga bersifat antigenic, terdiri dari HBcAg yang disandi
oleh gen coredan HBeAg disandi oleh gen-core. HBsAg terdiri dari 4 subtipe
utama yaitu subtype adw, adr, ayw, dan ayr.
Stabilitas
VHB terhadap desinfektan dan suhu tidak terlalu sama dengan stabilitas HBsAg.
Sifat antigenic HBsAg akan rusak jika dipaparkan pada natrium hipoklorit 0,25 %
selama 3 menit tetapi memerlukan waktu 10 menit untuk menginaktifkan VHB. VHB
akan mati pada air mendidih (1000 C) atau oleh zat kimia chlorox.
Apabila
VHB masuk ke dalam tubuh manusia maka sistem kekebalan tubuh akan berusaha
untuk memusnahkannya. Bila usaha ini gagal maka virus akan masuk ke dalam sel
hati (hepatosit) dan berkembang biak. Fase ini disebut fase replikasi yang
ditandai dengan terdapatnya HBeAg dan VHB-DNA dalam darah. Fase ini sangat
infeksius. Peradangan sel hati juga ditandai dengan peninggian SGOT dan SGPT.
Lamanya fase ini sangat bervariasi, dapat berlangsung sampai beberapa tahun.
bila genom virus berinteraksi ke dalam genom sel hati, maka HBeAg menghilang
dan terbentuk anti-HBe. Fase ini disebut fase integrasi. Peradangan hati akan
mereda tetapi dapat terjadi proses keganasan. Pada beberapa penderita masih
terjadi replikasi virus yang ditandai dengan menetapnya VHB-DNA dalam serum
penderita.
VHB
sendiri tidak bersifat sitopatik (merusak sel hati) yang terbukti dengan adanya
pengidap sehat. Kerusakan hati yang timbul disebabkan oleh kelainan imunologi
yang disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap virus yang masuk.
Bila
seseorang terinfeksi VHB dengan gejala yang ringan (infeksi subklinis), hepatitis
akut interik, hepatitis fulminan, atau berlanjut menjadi hepatitis
kronis.secara serelogis hepatitis B kronis berbeda dengan pengidap sehat. Pada
penderita hepatitis B kronis biasanya terjadi replikasi virus yang dapat
diketahui dengan dijumpainya HBeAg disamping HBsAg dalam serum. Selain itu
terdapat kelainan faal hati dan diagnosa
ditegakkan dengan pemeriksaan histokfatologi pada pengidap sehat umumnya
dijumpai anti HBe disamping HBsAg yang menetap lebih dari 6 bulan tanpa
kelainan klinis. Perlu diketahui bahwa HBsAg bukan petanda pasti keadaan
infektivitas HBeAg dan VHB-DNA –lah yang menandakan adanya partikel virus
hepatitis B lengkap dan berhubungan dengan keadaan infektivitas.
B. Sumber
dan cara penularan Hepatitis B
a. Sumber
penularan
VHB
sangat mudah ditularkan kepada semua orang penularannya dapat melalui cairan
tubuh seseorang yang terinfeksi seperti cairan semen (sperma), ludah, darah
atau bahan yang berasal dari darah, lender kemaluan wanita (secret vagina),
darah menstruasi, dan cairan tubuh lainnya. Mereka yang berisiko adalah bayi
yang baru lahir, hubungan seksual tidak
aman, penggunaan pisau, jarum suntrik, tindik, tato, sikat gigi, juga
minum dari gelas yang sama secara bergantian. Dalam jumlah kecil HBsAg dapat
juga ditemukan pada air susu ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja,
cairan eksudat seperti pada ascites (burung), cairan amnion, cairan lambung,
dan cairan sendi yang sangat kecil peranannya dalam penularan HBsAg.
Masuknya
VHB ke dalam tubuh dapat melalui beberapa cara seperti melalui kulit (per
kutan), selaput lender (per oral), alat kelamin (genital;), dan semasa
persalinan. Penularan hepatitis B melalui kulit terjadi antara lain melalui
jarum suntik bebas, jarum akupuntur yang tidak steril, alat tato, alat cukur,
dan peralatan tajam lainnya yang tercemar HBsAg atau patikel VHB. Virus
hepatitis bisa juga masuk melalui kulit yang terluka, proses cuci darah
(hemodialisa), atau karena mendapat transfusi darah yang mengandung HBsAg.
Penularan juga bisa melalui selaput lender mulut yang terbuka, misalnya akibat
sariawan atau setelah cabut gigi, melalui selaput lendir kelamin, atau akibat
hubungan sex heteroseksual maupun homoseksual dengan pasangan yang mengandung
HBsAg positif yang bersifat infeksius.
Nyamuk
dan kutu busuk telah terbukti bisa mengandung HBsAg. Namun, kedua serangga
tersebut belum terbukti dapat menyebarkan hepatitis B.
b. Cara
penularan
Ada
2 macam cara penularan (transmisi) hepatitis B, yaitu transmisi vertical dan
transmisi horizontal.
Ø Transmisi
vertikal
Penularan terjadi pada masa
persalinan (perinatal). VHB ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut
juga penularan maternal neonatal.
Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit
hepatitis B kronis. Bila pada ibu tersebut ditemukan HBsAg + dan HBeAg + maka
sekitar 90 % bayi yang dilahirkan akan terinfeksi VHB. Namun, bila sang ibu
hanya mengidap HBsAg + sedangkan HBeAg – maka kemungkinan tertular hanya sekitar 4 % saja dan umumnya bayi akan sembuh
dan penyakitnya jarang yang menjadi kronis.
Ø Transmisi
horizontal
Adalah penularan atau
penyebaran VHB dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak erat dengan
pengidap hepatitis B atai penderita hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang
tinggal serumah, transfuse darah, jarum suntik, penggunaan alat kebersihan diri
secara bersama-sama (sikat gigi, handuk), atau melakukan hubungan seksual
dengan penderita hepatitis B.
C. Gejala
hepatitis B
Infeksi
VHB menyebabkan berbagai manisfestasi
klinis dari keadaan yang ringan sekali atau bahkan tanpa gejala sampai pada
gejala yang berat atau fatal. Akibat klinis yang timbul juga bervariasi.
Penderita dapat mengalami salah satu dari beberapa keadaan berikut : tetap
sehat, hepatitis akut ikterik, hepatitis
akut anikterik, hepatitis akut fulminan, pengidap sehat, hepatitis kronik
persisten, atau hepatits kronik aktif.
Kebanyakan
pasien hepatitis B tidak memiliki gejala khusus tapi sebagai patokan,
tanda-tanda terinfeksi Virus Hepatitis B (VHB) adalah kelelahan dan sindroma “flu
like”
Hepatitis
akut ikterik dimulai dengan masa prodromal selama 3 – 5 hari, kadang-kadang
bisa sampai 3 minggu. Pada saat ini penderita merasa tidak sehat dengan gejala
gangguan pencernaan seperti nafsu makan turu, mual, muntah, demam ringan, rasa
sakit pada sisi kanan atas perut, lesu, cepat lelah terutama pada malam hari,
sakit kepala, dan penurunan berat badan 2,5 – 5 kg. hasil pemeriksaan darah
sering menunjukkan peningkatan serum transminase (SGOT dan SGPT) dan terdeteksi
HBsAg dan atau HBeAg. Gejala-gejala di atas agak mereda saat timbul ikterus
yang dimulai dengan air kencing berwarna coklat tua seperti air teh atau coca
cola. Diikuti dengan warna kuning pada bagian putih bola mata dan tinja
berwarna pucat seperti dempul. Pada stadium ikterik yang berlangsung 1 – 4
minggu ini dapat timbul rasa gatal (pruritus) selama beberapa hari. Hati
membesar dan terasa nyeri bila ditekan,
kadang-kadang disertai pembengkakan limpa. Penyembuhan berlangsung dengan sendirinya.
Hal ini ditandai dengan meredanya ikterus dan kembalinya nafsu makan. Rasa
lemas dan cepat lelah serta kelainan biokimiawi kadang-kadang bertahan lebih
lama, tetpai tidak lebih dari 6 bulan. Bila terjadi kolestasis maka ikterus
yang timbul lebih berat dan bertahan lebih lama serta disertai rasa gatal.
Keadaan ini dapat berlangsung 3 – 4 bulan.
Pada
umumnya semakin nyata dan akut serangan
awal hepatitis B yang disertai fase ikterik, kemungkinan untuk berlanjut
hepatits B kronis semakin berkurang. dari berbagai penelitian, ternyata sebagian besar dari penderita hepatitis B
kronis maupun srosis sebelumnya tidak pernah mengalami hepatitis akut. Diduga
infeksinya berlangsung subklinis dengan gejala yang sangat ringan sehingga
luput dari perhatian.
Pada
hepatitis B kronis, tanda dan gejala fisik tidak begitu enonjol. Terinfeksi
hepatitis B kronis sama dengan gejala terinfeksi hepatitis B yang akut
(hepatitis akut ikterik) kemudian disertai sakit otot dan persendian, serta
lemas. Tahapannya adalah fibrosis, yaitu penumpukan serta akumulasi dari
jaringan hati yang rusak.
Pada
tahapan sirosis, yaitu kerusakan lanjut dari jaringan hati yang ditandai dengan
permukaan hati yang berbenjol-benjol dan terbentuk jaringan ikat. Pada akhirnya
tahap kanker hati. Jangka waktu perjalanan penyakit adalah 30 – 50 tahun.
Gejala
hepatitis B terjadi pada hari ke 40 – 180 setelah terkena paparan / infeksi.
Seseorang dapat juga menjadi “carrier” dari virus hepatitis B ini. Ini berarti
bahwa dalam tubuh orang tersebut terdapat virus hepatitis B dan dapat menulari
orang lain tanpa diketahui atau menunjukkan gejala yang nyata. Kadang virus
dapat bertahan hidup selamanya dalam tubuh, dan menyebabkan gejala secara periodic. Kebanyakan orang sembuh dari
penyakit ini dalam 6 bulan. 90 – 95 % akan sembuh sempurna dan mempunyai
antibodi (anti-HBs). 5 – 10 % berkembang menjadi hepatitis kronis atau
“carrier”.
Hepatitis
B dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati yang serius. Jika seseorang dalam
kondisi yang sehat dan tidak mempunyai komplilkasi, sel-sel hati akan
memperbaiki dirinya sendiri. Kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan
komplikasi dapat menyebabkan kerusakan hati yang permanen. Pada akhirnya hal
ini dapt menyebabkan gagal hari, sirosis, kanker hati dan kematian pada kurang
lebih dari 1 % dari kasus-kasus tersebut.
D. Diangnosa
hepatitis
Bila
SGPT/SGOT tinggi, maka menentukan adanya infeksi VHB dilakukan pemeriksaan
terhadap petanda serologisnya yang ada di dalam darah. Tes ini jauh lebih rumit
dari pada tes HIV. Tes VHB mencari antigen (pecahan virus hepatitis B) tertentu
dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap
VHB). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi VHB mencari satu antigen-HBsAg
(antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi – anti-HBs
(antibodi terhadap antigen permukaan VHB) dan anti-Hbc (antibodi terhadap
antigen bagian inti, atau core, VHB). sebetulnya ada dua tipe antibodi anti-HBc
yang dibuat, yaitu antibodi IgM dan antibodi IgG.
Tes
darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi VHB dapat membingungkan, karena ada
berbagai kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda, dan masing-masing
kombinasi mempunyai arti sendiri.
Bila
hasil tes ini menunjukkan infeksi kronis, viral load dapat memberi gambaran
mengenai keadaan, tetapi tes ini mahal. Lebih sering dilakukan biopsy hati (sel
hati yang diambil dengan jarum yang tipis diperiksa dengan mikroskop). Tes
fungsi hati harus tetap dilakukan secara berkala untuk memantau kesehatan
hati.
E. Peñatalaksanaan
Hepatitis B
a. Hepatitis
B akut
Tujuan
utama penatalaksanaan hepatitis B akut adalah untuk menghilangkan keluhan dan
gejala klinis yang ada, mempersingkat lamanya sakit, dan mencegah komplikasi
yang dapat menyebabkan kematian atau mencegah berkembangnya penyakit menjadi penyakit
hati kronis.
Penatalaksanaan
pada hepatitis B akut umumnya dilakukan dengan cara berikut :
1) Tirah
baring
Hal ini dilakukan secukupnya
sampai penderita merasa cukup kuat. Bila penderita merasa lebih sehat walaupun
mata masih kuning, kegiatan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan
perjalanan penyakit. Yang menetukan lamanya tirah baring selain banyaknya
keluhan, juga tingginya nilai transminase serum, bilirubin, serta hasil
pemeriksaan jasmani mengenai besarnya hati dan nyeri tekan.
2) Diet
Penderita harus mendapat
cukup kalori dengan ukuran 30 – 35 kalori per kg berat badan atau sekitar 150 –
175 % dari kebutuhan kalori basal. Makanan yang kaya akan hidrat arang kompleks sebaiknya
diberikan 300-400 g per hari agar dapat melindungi protein tubuh. Protein atau
asam amino diberikan sebanyak 0,75 g per kg berat badan. Hindari alcohol,
makanan yang sudah berjamur, serta makanan yang mengandung zat pengawet
hepatotoksik.
3) Obat-obatan
a) Kortokosteroid
Obat ini dapat mengurangi
proses peradangan hati, sehingga edeme sel berkurang dan statis (sumbatan)
aliran empedu menghilang sehintgga terjadi penurunan bilirubin. Pemakaian obat ini dibatasi pada kasus-kasus ikterus
yang berat, dengan nilai bilirubin yang tinggi misalnya diatas 15 mg %.
b) Imunomodulator
Obat-obatan golongan ini
dapt memodulasi sistem kekebalan tubuh.
c) Obat-obat
non spesifik
Yaitu obat-obat yang
kerjanya membantu pulihnya kelainan yang timbul, baik klinis maupun methicol
(produksi otto), litrison (rochle), methioson (soho), curcil (asta medica), dan
berbagai macam obat tradisional lainnya.
d) Obat-obat
simptomatik
Adalah obat-obat yang
membantu menghilangkan keluhan dan gejala klinis. Misalnya, bila pasien demam
diberi paracetamol, bila ada rasa penuh di perut diberi enzim pencernaan
seperti
F. Pencegahan
Hepatitis B
Ada 2 jenis upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
hepatits B
1. Secara
umum
Jangan
menggunakan jarum suntik bekas, peralatan tato, dan jarum akupuntur yang tidak
steril.
2. Secara
khusus
Lakukanlah
imunisasi hepatits B baik pasif maupun aktif
BAB
III
P E
N U T U P
A. Simpulan
Dari pembahasan sebelumnya
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor penyebab hepaptitis B terjadi
karena disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB), virus ini hanya menginfeksi
manusia dan simpanse. VHB sangat mudah ditularkan kepada semua orang.
Penularannya dapat melalui cairan tubuh seseorang yang terinfeksi seperti
cairan semen, ludah, darah atau bahan yang berasal dari darah, lendir kemaluan
wanita, darah menstruasi, dan cairan tubuh lainnya. Mereka yang beresiko adalah
bayi yang baru lahir, hubungan seksual tidak aman penggunaan pisau, jarum
suntik, tindik, tato, sikat gigi, juga minum dari gelas yang sama secara
bergantian dari gelas yang sama. Dalam jumlah kecil HBsAg dapat juga ditemukan
dalam air susu ibu atau ASI, air liur, air seni, tinja, cairan eksudat seperti
pada ascites (burung), cairan amnion, cairan lambung dan cairan sendi yang
sangat kecil peranannya dalam penularan HBsAG.
Komentar
Posting Komentar